Pengalaman buruk hancurnya terumbu karang, membuat Suku Kawe makin sadar melindungi laut. Merekapun mulai belajar menggunakan alat modern.
Kerusakan terparah terumbu karang terjadi sejak 1980 an diakibatkan oleh penggunaan potasium atau racun sianida. Eksploitasi berlebihan oleh nelayan Bima, Halmahera, Buton, atau Gebe, turut berperan mematikan ekosistem laut.
Dalam banyak literatur, terumbu karang di laut Raja Ampat merupakan terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75 persennya berada di perairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. “Itulah yang kita jaga. Kita di Kampung Selpele pernah merasakan susahnya cari ikan, dengan bank ikan, sekarang tidak susah lagi,” ujar Lukas Ayello Selpele.
Suku Kawe di Kampung Selpele berjumlah 87 Kepala Keluarga. Luas kampung kira-kira 200 meter terletak dibibir pantai. Sebagian besar rumah di Selpele terbuat dari papan. Beberapa berdiri kokoh dari beton. Ditengah kampung dibangun sebuah gereja, Kristen Injili di Tanah Papua. Orang Kawe masuk dalam Klasis Raja Ampat Utara, Jemaat Laharoi Selpele. Ada juga sebuah SD Negeri Laharoi Selpele, terletak di belakang Gereja.
Sehari-hari, mereka berprofesi nelayan dan pekerja di sebuah perusahaan budidaya mutiara milik seorang warga negara asing di Waigeo. Orang Kawe juga mengelola Lobster untuk dijual kepada pemborong. Udang-udang besar itu diternakan didalam air laut hingga waktunya dipanen.
Mengisi waktu senggang, para ibu di Selpele membuat Senat atau tikar terbuat dari Kulit Sagu. Caranya; kulit yang telah dibersihkan, dipotong berbentuk batangan kecil pipih. Potongan tersebut lalu dijemur beberapa hari hingga mengeras. Potongan lalu dianyam menjadi tikar. Kerajinan khas ini juga dikerjakan penduduk di Kampung Salio.
Orang Kawe adalah petarung handal di laut lepas. Pemilihan pemimpin mereka dilakukan dalam Rat Hadat atau dewan adat. Tradisi ini berlaku turun temurun sejak zaman raja-raja di Raja Ampat.
Rat Hadat dalam sistem pemerintahan kuno berfungsi sebagai badan yang merundingkan dan memutuskan secara musyawarah semua persoalan menyangkut kerajaan. Biasanya pemimpin di Raja Ampat diwariskan menurut prinsip primogenitur atau kepada anak laki-laki sulung dari yang berkuasa. Namun dalam Rat Hadat, warisan itu bisa dialihkan kepada saudaranya yang lain dengan memperhatikan unsur kualitas. Pemilihan dilakukan secara aklamasi.
Orang Kawe di Waigeo hidup sesuai norma. Misalnya dalam hal perkawinan, mencari makan atau hidup berkeluarga. Tradisi ini sudah sejak zaman kerajaan berjaya di Waigeo. Pusat kerajaan di daerah itu pada mulanya terdapat di Waweyai, Teluk Kabui. Kemudian dipindahkan ke Mumus, Teluk Manyalibit. Disebut, semua raja-raja di Raja Ampat berasal dari Waigeo, menyebar dan membentuk kerajaan baru di beberapa tempat.
Raja pertama Waigeo adalah Fun Giwar. Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh pulau Waigeo, kecuali wilayah sebelah barat Kampung Wauyai hingga Kampung Salio yang merupakan daerah kekuasan Raja Salawati. Dimasa sekarang, wilayah yang pernah menjadi kekuasaan Fun Giwar adalah Distrik Waigeo Selatan dan Waigeo Utara.
Dalam upacara khusus penduduk di Raja Ampat, begitu pula yang dilakukan orang Kawe, mereka memakai tiga atribut penting, yaitu kain serban, selendang dan sepasang pakaian. Serban adalah kain penutup kepala. Di Maluku disebut Lenso Adat. Di Raja Ampat disebut Kapolot atau Kaplotkwa.
Kain penutup kepala ini terdiri dari beberapa warna. Putih, merah dan hitam. Masing-masing warna membedakan siapa pemakainya. Misalnya kain serban putih hanya dipakai oleh fun (raja) atau Jojau (tuan tanah). Sedangkan serban merah dipakai khusus untuk mereka yang berkedudukan sebagai Ukum atau Dumhala (Pemimpin Upacara). Selanjutnya serban warna hitam oleh pembantu atau pemungut upeti (Mirino).
Penduduk Suku Kawe tak banyak berpendidikan tinggi. Untuk lanjut menimba ilmu, mereka harus ke Kota Sorong atau Waisai, Ibukota Raja Ampat. Di Kampung Selpele, orang Kawe lebih banyak lulusan Sekolah Dasar. “Menyeberangi laut, di sini tidak ada SMP,” kata Yulianus Daat, sesepuh orang Kawe. ***