JERATPAPUA.ORG, JAYAPURA – Pihak Bandara Udara Sentani secara sepihak mengklain 55 hektar Lahan Bandara Sentani dengan menerbitkan sertifikat, tampa sepengetahuan dan keterlibatan Masyarakat Adat setempat sebagai pemilik hak ulayat.
Hal itu terungkap setelah masyarakat adat Sentani selaku pemilik tanah adat bandara minta agar BPN Kabupaten Jayapura segera membatalakan penerbitan sertifikat.
Hal itu di dasarkan pada awal dimana mereka masih merujuk dari sertifikat yang diterbitkan pemerintah berdasarkan Besluit Van Gouverneur Van Netherland New Guinea.
Mereka sebagai pemilik ulayat kecewa karena pemerintah kembali menerbitkan sertifikat melalui BPN Kabupaten Jayapura tampa sepengetahuan mereka pewaris hak ulayat.
Beatriks felle mengungkapkan bahwa Perjuangan yang mereka lakukan merupakan dasar dari apa yang di tinggalkan orang tua mereka sebagai pendahulu, yang telah meninggal
“Kami memperjuangkan hak tanah bandara sampai hari ini atas dasar perjuangan orang tua kami dari tahun 70 an sampai mereka meninggal dunia,” ujar Beatriks felle. Jumat,(26/5/2023)
kami sebagai anak adat menutut hak orang tua kami, dan kami ingin harus ada edukasi yang baik dari semua pihak, baik instansi terkait sehingga penyelesaian tanah masyarakat adat di bayar.
Menurut peta yang ada warna merah sudah di bayar tahun 2000, dan warna hijau tahun 2023. meski telah terbayar namun masih ada 39 hektar yang bermasalah.
“Saat ini kami lebih fokus pada jalur tengah warnah kuning, karena ada kesepakatan dengan pemerintah pusat maupun daerah, supaya kami masyarakat bertemu dengan semua pihak baru di bayarkan,” tutur Beatriks.
Lanjutnya pihaknya sudah pernah bertemu dan rapat bersama Menteri Perhubungan, tidak mencapai kata sepakat dan memberikan solusi kepada kami,” tambah dia.
“ 11 Desember 2014, saya di minta untuk memberikan keterangan oleh Kabag hukum supaya menjelaskan kronologisnya,” lanjutnya.
Beatriks menilai ada unsur kesengajaan pemerintah supaya di selesaikan melalui jalur hukum, agar masyarakat di kalahkan. Karena tegas dia, masyarakat tidak mempunyai dana untuk membayar hakim.
“Ini sebuah skenario yang diatur oleh pemerintah daerah, karena ungkap dia, pemerintah telah menerbitkan sertifikat tanpa sepengetahuan kami,” bebernya.
Tentu Pemerintah takut akan membayar ganti rugi dengan harga yang mahal kepada kami masyarakat ada Sentani.
Untuk itu, kami akan menunggu proses mediasi dari pihak pemerintah pada Rabu 24 Mei untuk mendapatkan titik terang dan solusi terkait hak kami khususnya tanah bandara,” Sambung.
Sementara Wakil Kepala BPN Kabupaten Jayapura Daniel Koromat mengatakan jika Sertifikat itu di terbitkan oleh pejabat administrasi.
Dokumen yang kita bawah itu sesuai, maka di terbitkan sertifikat. Jika tidak sesuai tentu masyarakat juga punya hak untuk menggugat secara administrasi dan jelas secara administrasi cacat, maka gugatan masyarakat adat bisa membatalkan terbitnya sertifikat,” terangnya (NM)