Dari Rakor Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah dan Konvergensi

Kadishut Prov. Papua, Yan Yap L. Ormuseray, S.H., M.Si., (kiri) Kepala Pusdalbanghut Regional IV Kementerian Kehutanan RI, DR. Ir. M. Firman, M.For.Sc., (tengah) dalam suasana pembukaan kegiatan.JAYAPURA-Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Yan Yap L. Ormuseray, S.H., M.Si., mengatakan, tantangan pembangunan kehutanan semakin meningkat, sejalan dengan perkembangan pembangunan daerah, yang berdampak pada tingginya tingkat kemiskinan dan kerusakan lingkungan hidup. Dimana Tahun 2012 jumlah penduduk di Provinsi Papua sebanyak  2.851.999 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut, sekitar 31,98 persen atau 944.790 jiwa merupakan penduduk miskin, dan dari jumlah penduduk miskin tersebut sejitar 69,9 persen (640.408 jiwa) berdomisili didalam dan sekitar kawasan hutan.
“Dalam hal kondisi lingkungan, sampai dengan Tahun 2012, tutupan lahan hutan 78,5 persen (25.882.919 Ha). Luas lahan kritis 4.985.226 Ha (15,10 persen) dari luas kawasan hutan,” ungkapnya dalam sambutannya saat membuka Rakor Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah dan Konvergensi Kegiatan pada KPH Model di Provinsi Papua, di Aston Hotel Jayapura, Rabu, (19/3) malam.

  Atas hal itu, visi Gubernur Papua dan Wakil Gubernur Papua Periode 2013-201 adalah Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera  ditujukan untuk mengatasi permasalahan Papua termasuk permasalahan sektor kehutanan. Maka sektor Kehutanan dituntut melaksanakan pembangunan kehutanan berkelanjutan berbasis masyarakat adat, untuk berkontribusi mewujudkan tujuan pembangunan Provinsi Papua sebagai berikut. Pertama, membangun struktur perekonomian yang kokoh dan berkelanjutan di seluruh Papua berbasis ekonomi lokal yang mandiri. Kedua, menciptakan pengelolaan sumber daya alam (SDA) secara terpadu dengan memperhatikan penataan ruang dan kelestarian lingkungan. Ketiga, terwujudnya pembangunan berkelanjutan.
Tujuan pembangunan itu dapat dilaksanakan baik sangat ditentukan oleh dukungan para pihak baik pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota. Dukungan Pemerintah Pusat meliputi norma, kriteria dan indikator serta dukungan pembiayaan dalam pelaksanaan program-program prioritas. Pemerintah Provinsi Papua berperan dalam pengembangan perencanaan skala provinsi, pembangunan model, pembinaan dan pengawasan serta pengendalian program. Sedangkan operasional program-program prioritas tersebut ada di kabupaten/kota.
“Untuk itu, dalam rangka optimalisasi pelaksanaan program-program prioritas maka hal-hal yang prinsip harus menjadi perhatian yaitu, pertama, Pemerintah Provinsi /Kabupaten/Kota harus konsisten dalam melaksanakan program-rpogram prioritas untuk mendukung visi gubernur. Kedua, jajaran kehutanan Provisi/Kabupaten/Kota harus mampu memberi keyakinan kepada Gubernur, Bupati, Bappeda dan DPRD untuk mendapatkan dukungan pembiayaan. Ketiga, jajaran kehutanan baik pusat/provinsi/kabupaten/kota harus senantiasa menjalin hubungan fungsional untuk memperkuat sistem kehutanan. Keempat, khusus untuk Kementerian Kehutanan dalam perencanaan kebijakan, program dan kegiatan agar mendasarkan pada kondisi aktual Papua dengan memperhatikan kearifan lokal masyarakat Papua serta harus sejalan dengan Otsus Papua, maka pembangunan kehutanan yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan di Papua harus mengakui, menghormati dan menghargai hak-hak masyarakat hukum adat Papua atas sumber daya hutan,”terangnya.
Lanjutnya, dalam rangka peningkatan kinerja pelayanan kehutanan maka perlu dibangun kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Pemerintah Provinsi Papua menargetkan untuk membangun 56 unit KPH, masng-masing 31 KPH Produksi dan 25 unit KPH Lindung. Yang sampai saat ini Provinsi Papua telah membangun dan operasional sebanyak 4 unit KPH yaitu KPH Yapen, KPHL Biak Numfor, KPHP Keerom dan KPHP Waropen. Sementara KPHP lintas Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya sampai saat ini kelembagaannya belum ditetapkan dan ditargetkan dengan ditetapkannya Perdasus No 12 Tahun 2013, kelembagaan KPHP lintas Kabupaten Sarmi dan Mamberamo Raya diharapkan segera terwujud.
“Melalui Rakor Kehutanan di Waropen, disepakati masing-masing kabupaten/kota diwajibkan minimal membangun 1 uit KPH. Apabila ini dapat diwujudkan maka Tahun  201 seluruh hutan lindung dan hutan produksi di Papua akan ada kelembagaan KPH,” tandasnya.
Ditempat yang sama, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Regional IV Kementerian Kehutanan RI, DR. Ir. M. Firman, M.For.Sc., menandaskan, Rakor ini adalah penyusunan rencana kerja dan konvergasi kegiatan KPH.
Menurutnya, agar pembangunan kehutanan kedepannya hutan menjadi lestari, masyarakat sejahtera, itu sudah putuskan bahwa pembangunan kehutanan harus bertitik tolak dengan pembangunan KPH, tidak lagi dibagi-bagi pengelolaan hutan kedalam HPH. Karena dimana pengelolaan hutan oleh HPH dianggap kurang berhasil dalam melestarikan hutan, karena hanya mengambil kayu lalu tinggal pergi, sedangkan KPH bertanggungjawab mulai dari menebang, menanam dan memelihara hutan kayu itu secara berkelanjutan.
“KPH ini sekarang menjadi anak emasnya pembangunan kehutanan, dan di kami itu terkenal istilah No KPH, No Money. Jadi kalau kita tidak ada KPH, tidak ada uang yang dikucurkan untuk KPU demi pembangunan kehutanan. KPH itu satuan unit terkecil dari kementerian kehutanan, maka sekarang dibentuk dan di Papua sudah ada KPH 4 yang beroperasi,” jelasnya.
Nah bagaimana sekarang 4 unit KPH operasional, agar yang lainnya bisa mencontoh, sehingga sebagai prasyarat KPH bisa operasional dan mandiri, itu harus ada rencana pengelolaan hutan jangka panjang, dan juga harus ada pola pengelolaan keuangan badan layanan umum mandiri daerah (PPKBLUMD).
“Agar KPH itu beda dengan dinas atau badan kehutanan, maka KPH Itu diberikan kewenangan untuk bisa menjual kayu, supaya bisa mandiri dalam pengelolaan kehutanannya. Untuk anggaran KPH itu tidak ditetapkan, tetapi itu dari UPT dan baru diajukan ke Kementerian Kehutanan untuk pencairan anggaran,” pungkasnya.(Nls/art/lo2)

By Admin