“ Kalau datang di Papua dia tinggal sampai berbulan-bulan. Sejak mulai melakukan penelitian sampai jatuh hati dengan Papua dan berpikir serta bekerja untuk mendorong dialog damai, hampir sebagian besar waktunya hanya untuk Papua. Saya dan anak-anak punya waktu untuk bersamanya sangat singkat. Kadang-kadang saya cemburu, karena Papua seperti gadis cantik yang sangat memikat hati dan mencuri semua perhatiannya, tetapi saya juga sadar, bahwa Papua tidak ada di luar dirinya tetapi ada di dalam dirinya Mas Muridan, jadi saya mau cemburu sama siapa”, kenang istrinya, Suma Riella Mudiatti.
Jayapura, 24/4 – Ibu Riella menceritakan hal itu mengawali acara diskusi publik mengenang 40 hari meninggalnya Dr. Muridan dengan tema “konsep dialog yang diperjuangkan oleh almarhum. Dr. Muridan Sastro Widjojo”, yang berlangsung di Aula Sekolah Tinggi Fajar Timur (STFT) Padang Bulan, Kamis 24 April 2014.
Selanjutnya Ibu Riella juga menceritakan, sewaktu pertama kali Muridan melakukan penelitian di Wamena, dia menulis surat yang kata sayang hanya ada pada awal dan akhir surat, tapi sekian banyak lembaran kertas itu almarhum Muridan secara panjang lebar bercerita tentang keberadaannya di Wamena dengan keadaan nyata yang dihadapinya. Dia menulis, bahwa semua teori dan ilmu yang dimilikinya tidak berarti apa-apa karena ternyata kondisi yang dihadapinya ; manusia dengan karakter dan budayanya, adat-istiadatnya jauh berbeda, bahkan banyak hal baru yang dia harus pelajari, karena itu dia seperti memulai dari nol.
Beliau juga tidak bisa tinggal di asrama LIPI, dia berusaha keluar untuk tinggal di tengah-tengah masyarakat. Hal itu dia lakukan dengan maksud supaya dia mengalami dan merasakan keadaan hidup masyarakat, dia mau tahu udara seperti apa yang mereka hirup, air seperti apa yang mereka minum, dan makanan seperti apa yang mereka makan. Singkat cerita Muridan telah membawa diri dan hidupnya menyatu dengan orang Papua. Sejatinya almarhum telah menaruh orang Papua di dalam lubuk hatinya yang paling dalam dan dia konsisten berjuang supaya orang lain mau melihat orang Papua sebagai manusia yang harus dikasihi dan di hargai harkat dan martabatnya di atas negerinya, Tanah Papua.
Acara yang di fasilitasi oleh Jaringan Damai Papua ( JDP ) ini di hadiri oleh perwakilan dari berbagai komponen di Tanah Papua: LSM, Mahasiswa, Tokoh Adat, Tokoh Agama, anggota MRP Papua dan Papua Barat, Akademisi, Tokoh Perempuan, dan sahabat-sahabat serta teman-teman kerjanya. ( JERAT / Endi )