Lambertus Pekikir

Lambertus Pekikir bukan satu-satunya pejuang Papua. Ada juga nama besar lain; Goliath Tabuni.

Lambertus memang tak setenar Goliath di sepanjang 2013. Usianya yang makin uzur, ditambah pula aksi lapangannya yang tak segencar Tabuni, membuat dirinya agak dilupakan. “Kami berjuang dengan damai, bukan baku tembak, persoalan Papua tidak dengan penembakan, namun lewat mekanisme internasional,” kata Pekikir, pekan lalu.

Idealismenya itu benar dibuktikan. Ketika proklamasi kemerdekaan 1 Juli 2013, Lambert lebih memilih diam di markas di belantara Keerom. “Kami tidak akan mengibarkan Bintang Kejora, kami hanya berdoa di markas dan melakukan upacara ulang tahun,” kata Lambertus.

Berbeda dengan peringatan kemerdekaan tahun 2012, Lambert amat bersemangat. Ia memerintahkan anak buahnya memasang Bintang Kejora di sejumlah titik di Jayapura. “Konflik hanya akan makan korban,” ujarnya. Lambert bermarkas di Victoria. “Kami adalah OPM. Pendiri OPM adalah Zeth Rumkorem dan Jacob Pray yang sekarang berada di Swedia,” katanya.

Di belahan Papua lain, kelompok OPM malah tak takut militer. Bendera Bintang Kejora dikibarkan di Kampung Wandigobak Distrik Mulia atau 3 km dekat Markas Polres Puncak Jaya.

Kepolisian Papua menyebut, pengibaran itu terjadi saat polisi hendak menyiapkan upacara HUT Bhayangkara ke 67.

Bendera berbintang satu itu berkibar sekitar pukul 08.55 dalam kondisi cuaca berkabut. Diduga kelompok yang beraksi dari Enggaranggo Wonda dan Purom Wenda. Meski mengganggu, polisi tetap tak mau ambil pusing. “Kami hanya melakukan peningkatan kewaspadaan,” ujar Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian. Wilayah-wilayah yang diwaspadai, misalnya Kabupatan Puncak Jaya, Lanny Jaya, Jayawijaya, Tolikara, Paniai, Keerom, Biak dan Serui.

Lambert menegaskan, ia bukannya tak mau berperang. Toh, kalaupun timbul kontak tembak, yang jadi korban pasti rakyat sipil. “Senjata kita lama tak dipakai, tapi jangan salah, kalau ada kejadian, saya akan babat,” katanya.

Sudah hampir empat bulan, Lambert hijrah ke kota Arso. Aksi kelompoknya yang bikin gerah yakni saat penyerbuan pos tentara di Wembi, Kabupaten Keerom pada awal 2006. Penyerangan itu melibatkan sekitar 30 orang bersenjata otomatis.

Ketika itu, anggota TNI dan mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura sedang memberikan pengobatan gratis. Sersan Satu Basofi Akhmad dan Prajurit Satu Sukarno tewas dalam baku tembak. Demikian pula dua penyerang. Insiden itu mengakibatkan pula Kopral Dua Susi Haryono terkena timah panas dan Yosef, mahasiswa, menderita luka-luka.

Kepala Polri Jenderal Polisi Sutanto waktu itu mengatakan, indikasi penembakan jelas dilakukan OPM, dilihat dari adanya pengibaran bendera dengan tulisan OPM di sekitar kejadian. Jenazah Basofi Akhmad dan Sukarno langsung diterbangkan ke Surabaya, Jawa Timur. “Kita siap berperang, tapi harus dilihat, apakah perang akan menuntaskan masalah atau tidak,” kata Lambert.

Pistolnya yang selalu menempel di pinggang, mulai karatan. Dalam tidur pun, pistol itu tak lepas. “Pasukan saya siap, kalau ada apa-apa, saya akan berhadapan,” katanya. Lambert mengeluarkan pistol miliknya. Beratnya sekitar setengah kilogram. “Senjata pasukan saya memang tidak seperti punya Goliath. Tapi kita punya semangat,” ujarnya lagi.

Dalam markasnya di hutan Keerom, terdapat sebuah ruang rapat. Dua buah Bintang Kejora disematkan pada tiang kayu. Dibagian depan, papan tulis berukuran sedang diletakan persis ditengah. “Kita berpindah tiap bulan, papan itu akan selalu dibawa, pasukan mengajar anak-anak di papan itu.”  ***

 Baca Juga :
[ePaper nr=1]

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *