Proses Bakar Batu dan aktivitas warga saat memulai makan besar. Foto Jerry Omona (2)Papua, pulau paling timur Nusantara ini memiliki potensi yang indah termasuk keunikan tradisinya. Papua menyimpan berbagai warisan kebudayaan yang harus dilestarikan agar tidak punah.

Salah satu keunikan budaya Papua adalah adanya upacara tradisional yang dinamakan dengan Bakar Batu. Tradisi ini merupakan salah satu terpenting yang berfungsi sebagai tanda rasa syukur, menyambut kebahagiaan atas kelahiran, kematian, atau untuk mengumpulkan prajurit ketika berperang.

Tradisi ini dilakukan oleh suku yang berada di daerah pegunungan yang terkenal cara memasaknya dengan membakar batu. Pada perkembangannya, tradisi ini mempunyai berbagai nama, misalnya masyarakat Paniai menyebutnya Gapiia, masyarakat Wamena menyebutnya Kit Oba Isogoa.

Persiapan awal tradisi ini dimulai dengan masing-masing kelompok menyerahkan babi sebagai persembahan, sebagian ada yang menari, lalu ada yang menyiapkan batu dan kayu. Proses membakar awalnya dengan cara menumpuk batu sedemikian rupa kemudian mulai dibakar sampai batu menjadi panas.

Kemudian setelah itu, babi yang telah dipersiapkan, lalu dipanah. Biasanya yang memanah babi adalah kepala suku. Ada pandangan yang cukup unik dalam ritual ini. Ketika kepala suku telah memanah dan babi didapati langsung mati, pertanda acara akan sukses. Sedangkan jika babi tidak langsung mati, diyakini acara tersebut bakal tidak akan sukses.

Tahap berikutnya adalah memasak babi. Para lelaki mulai menggali lubang yang cukup dalam, kemudian batu panas dimasukan ke dalam galian yang sudah diberi alas daun pisang dan alang-alang sebagai penghalang agar uap panas batu tidak menguap. Di atas batu panas diberikan dedaunan lagi, baru setelah itu disimpan potongan daging babi bersama dengan sayuran dan ubi jalar. Setelah makanan matang, semua orang berkumpul dengan kelompoknya masing-masing dan mulai makan bersama. Tradisi ini dipercaya bisa mengangkat solidaritas dan kebersamaan tiap orang.

Saat ini tradisi Bakar Batu bukan hanya untuk merayakan kelahiran dan kebahagian. Tradisi ini mulai digunakan untuk menyambut tamu besar yang berkunjung ke Papua, seperti pejabat negara dan lainnya. (JERAT/palingindonesia.com)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *