Robert Mandosir ( Jubi/Albert )
Robert Mandosir ( Jubi/Albert )

Jayapura, 4/6 (Jubi) – Pada 5 Juni 2014 adalah hari lingkungan hidup, tapi menurut pemerhati lingkungan hidup di Papua, Robert Mandosir, pada peringatan hari lingkungan hidup 2014 ini, pemerintah Provinsi Papua, maupun pemerintah kabupaten/kota di Papua, dinilai belum memiliki konsep pembangunan lingkungan yang nyata.

Menurut Robert, banyak faktor yang mengindikasikan penilaian itu, misalnya tentang kebijakan pelarangan kayu log ke luar Papua, ternyata tak jalan. “Kenyataan di lapangan, kayu log masih tetap keluar dari Papua. Situasi seperti itu, tentu jaminan terhadap keselamatan hutan di Papua dipertanyakan,” katanya kepada tabloidjubi.com, di Kota Jayapura, Papua, Rabu (4/6).

Contoh lainnya, kata Robert, masalah lingkungan yang terjadi di Kota Jayapura, ketika terjadi hujan deras dalam beberapa jam, menyebabkan banjir meluap dan menggenangi areal pemukiman warga, pasar, jalan umum dan fasilitas umum lainnya di Kota Jayapura.

“Artinya dari awal tata ruang Kota Jayapura sudah tidak betul. Pemerintah memberikan ijin pembangunan seenaknya. Daerah resapan air yang seharusnya dikelolah dengan baik, ditimbun untuk pembangunan. Sehingga, dari waktu ke waktu ijin pembangunan terus diberikan, akibatnya semua daerah resapan air tertutup,” tandasnya.

logo-hari-lingkungan-hidup-2014

Selain itu, menurut Direktur Resource Management Development ( RMD ) Institute ini, daerah aliran sungai (DAS) tak dikelola secara baik dan benar, menyebabkan terjadi penumpukan sampah, penyumbatan dan kekumuhan, membuat banjir semakin sulit dikendalikan.

“Jadi saran saya, perlu dibentuk tim pengelola DAS terpadu untuk mengelola satu per satu DAS di Kota Jayapura, yang didukung oleh peraturan daerah dengan melibatkan masyarakat. Sehingga, masalah banjir, sampah dan lingkungan secara umum, bisa diminimalisir,” ungkap Robert.

Menurut Robert, hal yang sama juga terjadi pada kondisi kawasan pesisir di Papua, tak ditangani secara baik. Pesisir pantai Papua saat ini menjadi tempat sampah plastik yang mengkuatirkan. Kondisi ini bukan saja mengganggu ekosistem laut, tapi juga bermasalah bagi nelayan yang menggunakan laut sebagai jalur transportasi dan tempat mencari ikan.

Bahkan, kata Robert, hutan manggrove, yang merupakan habitat terpenting untuk menjaga keberlangsungan hidup ekosistem laut dan pesisir, juga tidak dikelola secara baik. Sehingga, mengancam kelangsungan hidup flora-fauna, tetapi juga mengancam eksistensi masyarakat di sekitar kawasan hutan manggrove yang cukup luas di Papua ini.

“Saya sarankan juga untuk membentuk tim pengelola hutan manggrove terpadu. Tujuannya, agar hutan manggrove ini dapat dikelola secara baik dan benar, sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat dan juga bagi keberlangsungan hidup ekosistem di dalamnya, yang merupakan kebutuhan hidup masyarakat di sekitar hutan manggrove itu,” jelasnya.

Marsal Suebu, Direktur Yayasan Hirosi Papua, juga berpandangan yang sama, namun ia menilai faktor penghambatnya adalah karena ketidakberdayaan pemerintah. “Pemerintah harus berani bertindak. Kalau tidak berani, susah juga mengharapkan perubahan,” tandasnya. (Jubi/Albert)

Sumber : www.tabloidjubi.com

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *