Warga Papua mendukung rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini diharapkan membuat distribusi BBM lebih baik.
“Saya sudah mengantre empat hari, mending dinaikkan saja ketimbang harus mengantre,” ujar seorang sopir truk, Jhon (47).
Menurut dia, jika di Pulau Jawa, kelangkaan baru terjadi dalam hitungan hari, di Papua sudah sejak sebulan lalu. Namun, hingga saat ini belum ada tanda-tanda masalah tersebut diselesaikan. “Dua hari baru dapat solar, kita sampai menginap. Di sini (Sorong) ada 5 SPBU, tapi yang beroperasi hanya 4 SPBU,” jelas dia.
Pengawas SPBU 81.984.01 Cabang Sorong Pusat, Penias, membenarkan kelangkaan BBM subsidi jenis solar telah berlangsung sebulan. Namun, dirinya menampik kelangkaan akibat pasokannya berkurang. “Pasokan cukup, tidak dikurangi. Cuma di sini SPBU yang beroperasi hanya dua,” tambah dia.
Menurut dia, setiap Senin hingga Jumat, SPBU ini menerima BBM subsidi solar sebanyak 16 kilo liter (KL), sementara, Sabtu sebanyak 24 KL. “Minggu tidak tutup, hanya tidak ada pasokannya dari pusat.”
Kepala Kantor Cabang Sorong PT Perikanan Nusantara (Persero) Srinona Kadarisman mengungkapkan kelangkaan yang diberitakan media masa tidak mengherankan bagi warga Sorong. “Kalau kegiatan antre beli minyak di sini, sudah biasa, hampir setiap hari seperti itu, jadi tidak heran,” katanya di kantor Perinus, Sorong.
Kadarisman menambahkan dampak dari kelangkaan BBM ke wilayah yang kaya akan potensi perikanan tersebut membuat sejumlah nelayan tidak bisa melaut. “Di sini ada kampung Pulau Buaya, di situ kapal para nelayan dibalikkan, tidak beroperasi, karena tidak ada BBM, itu sudah bertahun-tahun,” tutur dia.
Sebagai perusahaan BUMN yang memiliki misi meningkatkan kesejahteraan nelayan di Papua, Perinus mengaku telah mengusulkan pembuatan SPBU di pulau tersebut. “Kita sudah usulkan tapi tidak disetujui, itu mungkin yang akan kita bicarakan dengan menteri BUMN secara intens,” pungkasnya.
Di Jayapura, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, ribut soal rencana naiknya BBM, tidak berpengaruh pada penduduk Papua. Jika pemerintah tengah sibuk mewacanakan kenaikan harga BBM, di Puncak Jaya, BBM sudah mencapai Rp100 ribu per liternya.
Lukas mengatakan, penyebab dari mahalnya harga BBM di daerah pegunungan, lantaran biaya transportasi untuk mengirim BBM begitu mahal. Ia menuturkan, tanah kelahiranya itu masih tertinggal jauh dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Bahkan, 70 persen masyarakat disana dalam kondisi kemiskinan absolut.
Oleh karenanya, Lukas mendesak pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan luas kepada Papua agar dapat menyejahterakan rakyatnya. “Papua punya kekayaan alam yang luar biasa, namun tidak memberi kontribusi kepada rakyatnya. Saya tidak tahu salahnya dimana sehingga tidak terjadi apa-apa.”
Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Papua yang membidangi masalah ekonomi dan kesejahteraan rakyat, Ellia Loupatty mengemukakan, khusus solar dan premium, warga Papua sudah terbiasa dengan tingkat kemahalan.
Terutama di wilayah Pegunungan Tengah, 1 liter solar dan premium berkisar Rp65 ribu-Rp75 ribu meski pasokan normal. Apalagi saat langka, bisa mencapai Rp200 ribu per liternya. “Di Papua sudah terbiasa dengan BBM yang mahal, apalagi di gunung. Makanya jangan tambah masalah, kita harus membuat kebijakan keberpihakan pada masyarakat. Bukan karena otonomi khusus saja, melainkan karena kondisi geografis,” paparnya.
Menurut Loupatty, kemahalan harga BBM ini seharusnya sudah diketahui pemerintah pusat dan juga pihak PT Pertamina. Harga bensin di pegunungan sampai Rp200 ribu per liter saat krisis tapi masyarakat tetap akan membelinya.
“Saat ini ada sekitar 10 kabupaten di wilayah Pegunungan Tengah Papua yang harus dilayani ketersediaan BBM dengan menggunakan pesawat berbadan kecil dengan titik transit di Kota Wamena. Memang beberapa wilayah pegunungan sudah mulai pengiriman langsung dari Bandara Sentani Jayapura ke tempat tujuan,” urainya.
Tentang dampak pengurangan jatah BBM bersubsidi untuk Papua, Elli Loupatty mengaku belum bisa menjawab secara pasti. Hanya saja, yang jelasnya pengurangan subsidi itu relatif tak banyak berdampak.
Satuan Tugas
Mengantisipasi kelangkaan BBM, PT Pertamina Region VIII Maluku-Papua sempat membentuk tim satuan tugas khusus.
General Manajer PT Pertamina setempat, Muhammad Irfan menuturkan Pertamina berharap masyarakat tidak perlu khawatir akan kelangkaan minyak tanah dan BBM di Papua, terutama jelang hari raya.
Saat ini ketersediaan BBM dan minyak tanah bisa mencukupi dan situasi tersebut diklaim Pertamina berjalan normal.
Sementara itu, terkait rencana kenaikan, Ketua umum Kamar dagang Indonesia Susilo Bambang Sulisto mengatakan, kenaikan harga BBM tidak dapat dilihat secara luas, jika hanya mengacu pada inflasi. Menurutnya, ada masalah yang lebih besar ketimbang hanya inflasi.
“Kenapa sih kita sering berkutat membahas masalah inflasi, padahal yang harus dibahas adalah menyelesaikan suatu masalah besar bangsa,” ujarnya.
Dia menegaskan, yang harus menjadi perhatian dan yang mesti dilakukan adalah menyelesaikan masalah anggaran. Pasalnya, Indonesia telah membuang dana Rp1 triliun per hari untuk subsidi BBM. “Dan kalau dikumpulkan per tahun itu Rp365 triliun. Apapun masalah ekonomi yang akan timbul dengan kenaikan harganya, dengan Rp365 triliun itu bisa diselesaikan dengan mudah,” jelasnya.
Karenanya, dia berharap masyarakat tidak kehilangan perspektif yang lebih penting dengan fokus kepada yang bukan menjadi masalah utamanya. “Sebaliknya kalau orang bilang problema ini problema itu, ujung-ujungnya itu pasti akibat subsidi BBM, semua masalah sumbernya subsidi BBM. Jadi kalau bangsa Indonesia mau take off itu yang harus diselesaikan,” tutupnya.
(Jerry Omona/dari berbagai sumber)