Papua kini menjadi sasaran pembukaan lahan sawit. Setelah hutan di Sumatera dan Kalimantan habis, saat ini semua mata melirik ke tanah Papua untuk membuka perkebunan kelapa sawit. Pasalnya, hutan alam menjadi sasaran investasi perkebunan.
“Perusahaan perkebunan kelapa sawit membuka hutan-hutan baru, sedangkan masyarakat di sekitar hutan masih hidup di bawah garis kemiskinan,”kata juru kampanye Green Peace Papua, Charles Tawaru, saat membuka Dialog Temu Rakyat Papua di Susteran Maranatha Waena, Selasa(4/11).
Menurut Ishak Tawaru, saat ini masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM) membutuh kan strategi advokasi yang tepat.
”Kita juga mencoba mencari model perkebunan kelapa sawit yang tepat karena selama ini petani plasma tidak berhasil dan hidup sengsara,”katanya.
Sementara itu Bernardus Gilik, warga Suku Moi asal Kampung Malallilis, Distrik Klayili, Kabupaten Sorong, Papua Barat, dalam pertemuan yang sama mengatakan potensi sumber daya alam di wilayah adat Suku Moi mulai dikeruk sejak zaman Belanda 1936 oleh MNGPN (Maschaapy Nieuw Guinea Petroleum Nederlands) di daerah Klamono sampai sekarang Pertamina.
Selanjutnya perusahaan PT Intimpura Timber Co masuk pada 1989 sampai dengan 2009, ijin konsesi berakhir. “Begitu pula dengan perusahaan PT Henrison Inti Persada(HIP), masuk tanah Suku Moi 2004/2005 sampai sekarang,”katanya.
Dia mengatakan, masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit milik PT HIP menyebabkan tergusurnya dusun sagu, benda budaya hilang, tempat bermainnya burung cenderawasih, dan sungai-sungai tercemar.
“Kondisi terkini masyarakat sulit mendapat sumber air untuk kebutuhan sehari-hari dalam rumah tangga. Sumber air satu-satunya di Kampung Malallilis adalah sekitar 20 meter sebelum perusahaan masuk tetapi setelah masuk sumber air semakin jauh sekitar 2 KM. Mama-mama harus berjalan kaki menimba air,”katanya. (Dominggus Mampioper)
Sumber : Tabloidjubi.Com