Selain memiliki kekayaan alam luar biasa, Papua juga dikenal mempunyai prestasi korupsi hebat.
Apa yang patut dibanggakan?
Tindak pidana korupsi di Papua terjadi selama dua dekade. Tak pelak, dulu korupsi dilakukan dibawah meja, kini, penyelewengan uang negara tak tanggung-tanggung terbuka dan gamblang.
Dari 86 kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Papua, sekitar 80 persen malah menjerat kepala daerah. Beberapa dari mereka saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Modus korupsi yang dilakukan biasanya adalah mark up nilai proyek dan sejenisnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Maruli Hutagalung mengatakan, banyaknya kepala daerah dan pejabat yang menjadi tersangka itu antara lain disebabkan terjadinya penganggaran ganda terhadap suatu proyek atau kegiatan. “Selain itu, nilai proyek juga digelembungkan atau di mark up, serta penggunaannya tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelas Hutagalung, seperti dikutip dari Antara.
Kepala daerah yang sedang menghadapi proses hukum antara lain Bupati Biak Yesaya Sombuk, Bupati Waropen Yesaya Buiney, Penjabat Bupati Mimika Aulosius You, Bupati Mybrat Bernard Sagrim, dan Sekda Kota Jayapura RD Siahaya.
Dari empat kepala daerah tersebut ada dua bupati yang belum diproses lebih lanjut karena masih menunggu izin presiden, yaitu Bupati Waropen Yesaya Buiney dan Aulosius You.
Bupati Biak Yesaya Sombuk Sombuk diduga terlibat dalam kasus dana rehabilitasi 25 ruang kelas di Kabupaten Supiori dengan nilai proyek Rp. 10,2 Miliyar. Sementara Bupati Waropen Yesaya Buiney terlibat kasus Korupsi dana hibah Pilkada Kabupaten Waropen Senilai 3 Miliar rupiah.
Menurut Kejati Papua, anggaran 3 Miliar mengalir untuk membayar jasa tim sukses Buiney pada tahun 2010 lalu. Sedangkan, kasus Aulosius You di Mimika, mirip dengan Bupati Sombuk dari Biak. You terlibat pada kasus rehabilitasi gedung SMP 3 Mimika, hingga menyebabkan kerugian negara sebesar 410 juta rupiah.
Ditempat lain, Bupati Maybrat Bernard Sagrim diduga terlibat dana hibah dari Propinsi Papua Barat dan Kabupaten Sorong setara 15 Miliar rupiah. Sekitar 3 Miliar tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam pelaporan. Bupati Sagrim juga dituding ikut dalam Pencucian uang di Pengadilan Tipikor Papua Barat.
Bermasalah
Selama ini, pengelolaan keuangan di Papua memang sarat masalah. Tahun 2013 lalu, Kemendagri telah menyebut Papua sebagai daerah yang memiliki APBD tinggi, tapi indeks pembangunan manusia rendah, sementara Papua Barat disebut memiliki APBD per kapita tinggi, tapi indeks pembangunan manusia rendah.
Penilaian BPK juga menyebutkan sebagian besar laporan keuangan daerah di dua provinsi tersebut buruk.
Forum Peduli Pembangunan Masyarakat Jayawijaya (FPPMJ) menilai, prestasi besar korupsi di Papua tak lepas dari peran pejabat yang ikut menikmati uang negara. Pejabat yang merampok hak rakyat terus beraksi tanpa malu karena penegak hukumnya tak tegas hukum. “Kami menilai Kejaksaan Tinggi Papua dan Polda Papua tidak profesional dalam menangani sejumlah kasus korupsi di Papua,” kata Yulianus Mabel dari FPPMJ.
Mabel mencontohkan sejumlah kasus penyalahgunaan bantuan Beras Rakyat Miskin (Raskin) Kabupaten Jayawijaya yang melibatkan kepala daerah dan distrik. Polda Papua malah tidak mengindahkan laporan temuan kasus itu. “Kasus Raskin yang selama ini ditangani Kejati Papua dan kasus pemalsuan ijazah sarjana oleh Bupati Jayawijaya yang ditangani Polda Papua tidak jelas perkembangannya. Kinerja penegak hukum di Papua diragukan,” ujar Mabel.
Menurut Mabel, penegak hukum sangat lamban dalam menangani kasus korupsi. “Hampir tiga tahun lebih ini rakyat menanti tanpa hasil. Sementara, rakyat yang mempunyai hak atas bantuan beras sedang menantikan pemenuhan haknya.”
Untuk konsistensi hukum, Mabel berharap penegak hukum melanjutkan proses penyelidikan. Bila penegak hukum tidak serius, Mabel akan memobilisasi masa melakukan unjuk rasa.
Ditempat terpisah, Forum Pembela Demokrasi Papua berunjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin. Mereka meminta KPK menangkap empat kepala daerah di Papua.
Ke empatnya adalah Wali Kota Jayapura Benur Tommy Manu, Bupati Lanny Jaya Befa Jigibalom, Bupati Tolikara Usman Wanimbo Genongga, dan Bupati Nabire Isaiyas Douw. “Kami meminta KPK segera memproses hukum terhadap para pejabat yang telah terlibat kasus tipikor,” kata Yan Matuan di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Yan menilai Papua menjadi surga kepala daerah yang gemar korupsi. Kondisi ini diperparah penegakkan hukum di provinsi itu, sangat lemah dan rapuh.
Mereka menuding kepala daerah kerap menjadikan kekuasaan sebagai senjata untuk mengancam kelompok dan aktivis antikorupsi dan demokrasi. “Lebih parahnya, penguasa sering intervensi bahkan initimidasi polisi, jaksa dan hakim,” imbuh Matuan.
Berikut rincian dugaan kasus yang dialami empat kepala daerah versi Forum Demokrasi Papua.
Wali Kota Jayapura, Benur Tommy Mano, diduga tersangkut kasus penyelewengan dana APBD tahun anggaran 2005/2006 saat menjabat Kepala Dispenda Jayapura. Total kerugian negara hasil audit BPK, sebesar Rp 20 Miliar.
Bupati Tolikara Usman Wanimbo Genogga, diduga tersangkut kasus penyelewengan dana APBD tahun anggaran 2007/2008, saat menjabat Kepala Dinas Keuangan, Kabupaten Mambremo Tengah. Total kerugian negara, hasil audit BPK, sebesar Rp. 25 Miliiar.
Bupati Lanny Jaya, Berfa Jigibalom, diduga menyalahgunakan Dana Alokasi Umum (DAU). Total kerugian negara, hasil audit BPK, sebesar Rp 40 Miliar
Sementara, Bupati Nabire, Isayas Douw, diduga terkait penyelewengan dana APBD tahun anggaran 2006/2007, soal pembangunan lapangan terbang di Nabire. Total kerugian negara, hasil audit BPK, sebesar Rp 35 Miliar.
Selain pejabat daerah, para istri juga tak lepas begitu saja. Di Jayapura, Christina Luluporo, istri Walikota Jayapura, Benhur Tommy Mano diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jayapura, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan batik.
Kasus pengadaan kain batik untuk 4.000 pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Jayapura itu terjadi pada tahun 2012 dengan anggaran senilai Rp 1,7 miliar. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jayapura, Tumpak Simanjuntak mengatakan, Christina Luluporo diperiksa sebagai saksi.
Menurutnya, semua dilakukan bertahap, sebelum seseorang dipanggil paksa. Selain itu, Kejari Jayapura, juga telah menyita uang senilai Rp 50 juta dari sesorang yang kebagian dana dalam kasus ini yakni WI.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Jayapura, Piet Nahumury mengatakan, sebelum pemeriksaan istri Walikota Jayapura itu, kejaksaan terlebih dahulu telah memeriksa tujuh orang saksi. “Lima orang diantaranya merupakan Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kota Jayapura. Mereka diduga mengetahui pengadaan baju batik tersebut, termasuk dari Panitia Anggaran. Satu orang lagi merupakan penjahit asal Solo, Jawa Tengah yang menjahit baju batik itu.”
Korupsi di Papua Barat
Selain Papua, Provinsi Papua Barat ikut bikin heboh dengan mencuatnya dugaan korupsi Program Nasional Pencapaian Swasembada Pangan dan daging sapi tahun 2013 sebesar Rp 280 miliar, yang diduga melibatkan seorang anggota DPR RI Dapil Papua.
Angka ini terbilang terbesar. Dugaan korupsi tersebut masih dalam penyidikan Kejaksaan Tinggi Papua serta menjadi priorias utama.
Mantan anggota DPR Papua Barat 2009-2014 yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan, kasus daging sapi ini mesti dibongkar. “Banyak orang penting di Papua Barat yang terlibat,” katanya.
Direktur Clean Governance Relawan Anti Korupsi (CGRAK) Johan Rumawak menegaskan, dirinya telah menyambangi kejaksaan Tinggi Papua mempertanyakan kasus ini. “Kami terus mengawal. Siapapun yang terlibat, bila bersalah harus dihukum. Tak ada yang kebal hukum,” ujarnya.
Hal serupa diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Provinsi Papua Barat, Yan Christian Warinussy SH. “Ini masalah dari hulu sampai hilir,” tandasnya.
Ketua Pengadilan Negeri (PN)Manokwari, Maryono, SH, M.Hum yang juga merangkap sebagai Ketua Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Papua Barat mengatakan bahwa sejak Januari sampai dengan Agustus 2014, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Papua Barat telah menyidangkan 27 Perkara Tindak Pidana Korupsi. “Sebanyak 14 kasus sudah diputuskan, sedangkan sisanya 13 perkara masih dalam proses,” katanya.
Korupsi di Papua memang menggila. Papua masuk urutan ketiga nasional dalam hal korupsi. Ini tentunya tidak seimbang dengan volume pembangunan. Pada awal tahun 2014 misalnya, BPK RI merilis 478 kasus serta temuan kerugian negara sebesar Rp 207.395 miliar di Papua Barat.
“Perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Papua Barat melibatkan pejabat tinggi. Kejahatan ini secara masif juga menjalar ke organ pemerintahan daerah, eksekutif, legislatif dan organ kelembagaan kultur orang asli Papua (MRPB),” ujarnya.
Senada, Direktur Lembaga Papua Anti Corruption Investigation, Anthon Raharusun mengatakan, kasus korupsi menjadi isu penting di Papua seiring berlakunya Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Papua.
Meski Papua dan Papua Barat mendapatkan kucuran dana dalam jumlah besar lewat mekanisme Otsus, tak terlihat ada pembangunan pesat di kedua wilayah. Karenanya, dugaan korupsi oleh pejabat di kedua provinsi pun mencuat ke permukaan.
(JO/dari berbagai sumber)