Pencurian ikan di Papua telah mengakibatkan kerugian besar bagi negara. Nelayan lokal protes, kapal asing berlalu.

 

Atas aktivitas tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi menegaskan akan bekerja keras menindak pencurian ikan di laut Papua. “Saya bisa memahami perasaan masyarakat Papua terkait illegal fishing. Kita (Indonesia) cinta Papua, saya harap Papua pun tetap cinta berada di Indonesia,” kata Susi saat menanggapi keluh kesah pengusaha asal Papua dalam acara Rapat Pimpinan Kadin, Jakarta, baru-baru ini.

 

Dia mengatakan, praktek illegal fishing yang terjadi di Papua sama halnya dengan praktek pencurian ikan di wilayah Indonesia. Praktik tersebut tentu akan merugikan para nelayan dan menyebabkan kerugian bagi negara.

 

Tahun lalu, TNI Angkatan Laut menangkap 13 kapal asing yang masuk ke perairan Papua dan diduga melakukan pencurian ikan. Komandan Lantamal X, Laksamana Pertama TNI I Gusti Putu Wijamahaadi mengatakan, 13 kapal asing yang ditangkap tersebut kebanyakan berasal dari Filipina.

 

Filipina salah satu Negara yang cukup dekat dengan wilayah Papua. “Enam kapal ditangkap di perairan Sorong. Dua ditangkap di Manokwari dijadikan hak milik negara. Sementara lima kapal lagi sedang dalam kasasi,” kata Gusti Putu Wijamahaadi.

 

Namun menurutnya, sebenarnya tidak terlalu banyak pelanggaran laut yang dilakukan kapal asing di perairan Papua. “Sebab kita memiliki Armada Timur yang melakukan patroli rutin,” ujarnya.

 

Dikatakan, ancaman terhadap perairan Papua hanya berupa pencurian ikan oleh nelayan negara tetangga. Ini karena Papua memiliki banyak laut dalam, sehingga terdapat beragam ikan. “Seperti ikan tuna, yang selalu menjadi incaran negara tetangga. Selain Filipina, negara tetangga yang masuk hingga ke perairan Papua adalah Cina, Korea, dan Thailand. Namun untuk mengantisipasi ini, kita sudah punya dua kapal perang yang rutin melakukan patroli, mulai dari wilayah Utara hingga Selatan Papua,” kata dia lagi.

 

Terkait nelayan yang menggunakan bom dalam mencari ikan, dikatakan, pihaknya belum banyak melakukan tindakan, namun lebih ke pendekatan persuasif bagi penduduk di pesisir pantai.

 

Ratusan Kapal

Pencurian ikan di Papua berimbas pada menurunnya pendapatan nelayan lokal. Baru-baru ini Pesawat intai TNI AU Boeing 737 AI-7302 berhasil mendeteksi ratusan kapal illegal fishing yang beraktivitas di Laut Aru.

 

Pesawat yang dilengkapi dengan kemampuan foto udara tersebut diterbangkan atas permintaan Kemenko Kemaritiman yang menduga banyaknya kegiatan illegal fishing di perairan tersebut. “Boeing 737 diterbangkan ke sasaran dengan rute Merauke-Laut Arafuru Merauke dengan nama operasi Sayap Maleo 2014 dan berhasil merekam kegiatan kapal illegal fishing di perairan Laut Aru,” kata Kadispen TNI AU Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto.

 

Pesawat intai yang dipiloti oleh Kapten Pnb Hendro Sukadani tersebut menangkap objek ratusan kapal ukuran besar tengah melakukan aktivitas mencurigakan. “Setelah mengidentifikasi secara visual, terlihat bahwa kapal-kapal tersebut menggunakan bendera merah putih untuk menyamarkan identitasnya,” kata Hadi.

 

Identifikasi dan hasil foto target kapal tersebut segera dilaporkan ke Kemenko Kemaritiman untuk tindakan selanjutnya.

 

Pada 2012, DPR RI pernah mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melakukan investigasi dan tindakan terpadu terkait pencurian ikan di Papua yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. “Perairan Papua kaya dengan sumber daya ikan yang berlimpah, seringkali banyak nelayan asing melakukan ‘illegal fishing’ di daerah tersebut karena lemahnya pengawasan dan keterbatasan peralatan pencegahan dari petugas,” kata Rofi Munawar, bekas anggota DPR RI.

 

Dikemukakannya, bahwa pencurian ikan dan udang banyak terjadi di perairan pantai selatan, seperti Sorong, Fakfak, Kaimana, dan kawasan Merauke. Sepanjang tahun diprediksi akibat pencurian ikan di Papua, Indonesia mengalami kerugian senilai Rp2 triliun.

 

KKP, ujarnya, dalam melakukan penindakan diharapkan melakukan koordinasi secara intensif dengan aparat keamanan agar dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan efisien. Dengan perlengkapan dan peralatan yang dimilikinya, KKP harus mampu memaksimalkan potensi yang ada untuk mencegah terjadinya tindakan pencurian ikan oleh nelayan-nelayan asing di perairan Papua.

 

Ia menambahkan, banyak kapal-kapal asing biasanya mengelabui petugas dengan menggunakan bendera Indonesia atau pun menggunakan anak buah kapal (ABK) atau awak dari Indonesia. “Oleh karenanya perlu peningkatan anggaran bagi KKP dalam kaitan peningkatan tugas pengawasan baik dari segi frekuensi maupun peralatan pendukung.”

 

Memprihatinkan

Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, setahun rata-rata ada 100 kapal ikan asing yang ditangkap, baik karena mencuri ikan maupun izinnya tidak lengkap. Bahkan, hingga Oktober tahun ini, sudah 115 kapal ditangkap.

 

Dampak pencurian ikan jelas merugikan perekonomian nasional. Organisasi Pangan Internasional (FAO) mencatat, nilai kerugian yang dialami Indonesia bisa mencapai Rp 300 triliun. Jumlah sebesar itu mencakup kerugian langsung berupa kehilangan ikan, hilangnya potensi penerimaan pajak, serta hilangnya potensi nilai tambah jika ikan-ikan yang ditangkap tersebut diolah.

 

Melihat data tersebut, membuktikan betapa pencurian ikan di perairan nasional sudah mencapai taraf yang sangat mengkhawatirkan dan sudah saatnya diakhiri.

 

Indonesia, dengan luas wilayah perairan 3,2 juta kilometer persegi, menjadi habitat paling ideal bagi satwa dan biota laut untuk hidup dan berkembang biak. Dengan garis pantai 95.181 kilometer dan merupakan terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, potensi ekonomi laut Indonesia diperkirakan mencapai Rp 3.000 triliun per tahun.

 

Potensi sebesar itu tentu sangat menggiurkan. Tak mengherankan jika pemerintah telah mengeluarkan 630.000 izin kapal ikan berbobot di bawah 30 gross ton (GT), dan sekitar 5.300 izin kapal ikan besar berbobot di atas 30 GT.

 

Ironisnya, dengan perairan yang mahaluas dan potensi ekonomi kelautan yang demikian besar, Indonesia hanya memiliki 27 kapal pengawas perikanan dan 490 unit kapal patroli penjaga pantai dan laut. Artinya, satu kapal patroli penjaga pantai dan laut menjaga wilayah perairan dan pantai seluas 6.673 kilometer persegi.

 

Hal tersebut diperparah dengan kondisi 70 kapal patroli milik TNI Angkatan Laut, yang bisa beroperasi hanya 10%, dan setiap hari hanya dioperasikan 30% atau hanya tiga kapal patroli. Hal itu akibat terbatasnya anggaran operasional, terutama untuk pengadaan bahan bakar minyak. Kondisi tersebut jelas membuat upaya pengamanan wilayah perairan nasional dari praktik penangkapan ikan secara ilegal menjadi tidak efektif.

 

Tak hanya dari sisi jumlah yang minim, teknologi kapal patroli jauh tertinggal dibandingkan kapal-kapal asing pencuri ikan. Akibatnya, penegakan hukum di laut nasional selalu terhambat. Kapal-kapal asing pencuri ikan dengan cepat mampu meloloskan diri ke perairan internasional sehingga tak terjangkau oleh hukum Indonesia.

 

Kita berharap, pemerintah tidak ragu-ragu mengambil tindakan tegas terhadap para penjarah laut. Tentu langkah tegas dibarengi prosedur hukum, agar tidak ada gugatan dari negara pemilik kapal kepada pemerintah. (JO/dari berbagai sumber)

 

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *