Dekai,- Kampung Kokamu adalah sebuah kampung yang terletak dibagian timur Kota Dekai. Dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun empat selama 40 menit. Jika kita akan masuk ke Sokamu maka akan terlihat sebuah papan hitam dengan tiga poin tulisan berwarna putih. Salah satu bunyi poin tersebut adalah dilarang membuang berbagai kotoran di hutan dan sungai.
Uren Aye sebagai Kepala Suku Kampung saat ditemui JERAT Papua pada Sabtu (20 Agustus 2016) di Kampung Sokamu dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata menjelaskan bahwa pemasangan papan itu atas inisiatif masyarakat Kampung Sokamu. “Kami memasang papan larangan setelah ada sosialisasi dari Kepala Suku Besar Momuna, Ismail Keikyera supaya masyarakat menjaga hutan dan kali tidak boleh sembarang orang masuk. Karena hutan dan kali adalah tempat anak cucu dimasa depan. Jadi jangan kasih rusak” ujar Uren Aye. Ditambahkannya bahwa saat warga Kampung Sokamu sudah diberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga hutan dan kali. Apalagi saat ini jalan besar dari Kota Dekai ke arah Distrik Seradala sudah mulai dilakukan pelebaran jalan dan nanti semakin banyak orang akan lewat kampung.
Jusuf Aye seorang warga Kampung Sokamu saat ditemui didepan rumahnya menceritakan pengalamannya mengenai menjaga hutan. Dulu pernah ada orang yang mancing dan mendapatkan ikan. Mereka mancing tanpa ijin kepada kami di kampung. Sehingga kami ketemu mereka . Dan meminta ikan yang mereka dapatkan dengan alasan mereka mancing tanpa ijin.
“Mereka coba kasih kami uang tapi kami tidak mau. Saya bilang mereka mancing tanpa ijin disini. Jadi mereka boleh pergi tapi ikan yang mereka harus tinggal dan kami ambil,” ujar Jusuf Aye yang menceritakannya dalam Bahasa Momuna dan diterjemahkan oleh Simon Kokini.
Selain itu mereka juga pernah memergoki oknum keamanan yang menebang kayu tanpa ijin. Lalu mereka bicara dan jelaskan bahwa semua yang ada didalam tanah diatas tanah dankali adalah milik orang Momuna jadi harus orang yang datang mau tebang pohon ataun mancing harus minta ijin ke kampung . Walau sempat ditawarkan uang oleh oknum tersebut tapi mereka tolak. Kemudian kayu-kayu tersebut mereka angkat bawa ke kampung dan diberikan bagi yang membutuhkan. (Wirya Supriyadi)