Sorong,JERAT Papua,- Pada tanggal 09 Agustus yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, juga menjadi puncak ajang Festival Film Papua (FFP) III. FFP III yang bertemakan “Perempuan Penjaga Tanah Papua” juga diisi dengan beberapa ivent pararel selain FFP yakni workshop media dan kompetisi film dokumenter.
Salah satu pemenang kompetisi film dokumenter dalam ajang FFP III, Kristian Tigor Kogoya saat ditemui pada Jumat (09 Agustus 2019) disela-sela penutupan FFP III mengatakan bahwa dirinya bersyukur karena dapat menjuarai kompetisi film dokumenter. “Saya sangat bersyukur kepada Tuhan dan dukungan semua teman-teman dari proses produksi hingga menjadi juara dalam kompetiisi film dokumenter” ujar Kristian Tigor Kogoya.
Film dokumenter berjudul “Pahlawan tanpa tanda jasa” mengisahkan bagaimana perjuangan seorang mama Papua, bernama Dorce Kogoya, di Distrik Maki, Kabupaten Lanny Jaya yang seorang diri dengan bekerja keras dan berhasil mendidik anak-anaknya menjadi berhasil,diiantaranya beberapa orang menjadi pegawai negeri sipil. “Dalam cerita ini memang saya ingin menonjolkan sisi perjuangan mama Papua yang tidak lelah dan berusaha agar anak-anaknya bisa berhasil” ujar alumni pelatihan Film Dokumenter Papuan Voices tahun 2017.
Pemuda alumni SMA PGRI Wamena tahun 2017 menjelaskan bahwa dalam pembuatan film dokumenter tentu saja mempunyai tantangan diantaranya ide cerita untuk dijadikan tokoh dalam film dokumenter. “Disisi lain ternyata tokoh film saya bertempat tinggal di kabupaten Lanny Jaya. Dan saat pengambilan video mengalami tantangan misalnya kondisi jalan yang berlumpur, lokasi dipegunungan dan terkadang hujan. Tapi saya tetap menggarap agar selesai dan bisa berpartisipasi dalam ajang kompetisi film dokumenter di FFP III, Sorong,” ujar Kristian Tigor Kogoya.
Ditambahkannya bahwa dalam prose pengambilan video, masyarakat di Distrik Maki sangat terbuka dan mendukung dirinya. Dan proses pengambilan gambar hingga editing hanya memerlukan waktu selama delapan hari. Bagi dirinya tentu saja hal ini bukan yang mudah. Karena selain mendapatkan pelatihan dari Papuan Voices, Tigor Kogoya juga belajar secara otodidak. “Saya setelah mendapatkan pelatihan dari Papua Voices, juga belajar secara otodidak di internet serta sering menonton, agar semakin banyak pengetahuan yang saya miliki untuk memproduksi film dokumenter serta mempunyai pesan yang kuat,” ucap Tigor Kogoya.
Kristian Tigor Kogaya menghimbau kepada anak-anak muda, kedepan bisa berkarya melalui produksi film dokumenter yang lebih banyak lagi. “Agar kita bisa menyampaikan kondisi tentang Papua melalui audio visual. Karena dengan audio visual ini mempunyai pesan yang mudah dipahami oleh semua orang. Terutama mengenai kondisi yang terjadi di Tanah Papua,” tukas pria kelahiran 2001.
Festival Film Papua III 2019 bertema “Perempuan Penjaga Tanah Papua “. Festival Film Papua merupakan ajang tahunan dari Papuan Voices dalam melakukan kampanye melalui audio visual untuk menyampakan situasi masyarakat adat Papua kepada publik.
Festival Film Papua selain ajang pemutaran film-film dokumenter juga diisi oleh kompetisi film dokumenter yang terbuka bagi publik dan kelas media, sebuah workshop kecil dengan tema-tema tertentu dengan narasumber kompeten yang berpengalaman dibidangnya masing-masing. (Ronald Manufandu) (Editor Wirya Supriyadi)