Timotius Murib ( Ketua Majelis Rakyat Papua MRP) Foto : nesta/jeratpapua.orgTimotius Murib ( Ketua Majelis Rakyat Papua MRP) Foto : nesta/jeratpapua.org

JeratPapua.ORG, Jayapura , – Majelis Rakyat Papua (MRP) dengan tegas menolak adanya wacana pembangunan Bandara Antariksa yang gencar di wacanakan Pemerintah Pusat di wilayah Pulau Biak Papua.

Penegasan itu di sampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP ) Timotius Murib saat tanya menganai sikap MRP soal adanya rencana pembangunan bandara Antariksa untuk mobilisasi peluncuran roket luar angkasa oleh Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) di  Kampung Warbon  Distrik Biak Utara Kabupaten Biak tersebut “ Majelis Rakyat  Papua sebagai Lembaga Kulturu Orang Asli Papua seribupersen kami tolak  “tegas Timotius Murib saat di temui, selasa, 15 Februari 2022.

Lanjut Murib melihat dampak besar yang akan terjadi jika pembangunan bandara Antariksa ini di teruskan akan berdampak kepada kehidupan masyarakat sekitar , selain  mereka yang berada di dalam pulau biak tetapi pulau-pulau sekitarpun akan terkeda dampak dari aktivitas Stasiun luar angkasa tersebut “ bukan di biak saja yang akan kena dampaknya, tetapi pulau-pulau sekitar akan berdampak seperti Kepulauan Yapen, Waropen, Nabire dan daratan di kawasan teluk cenderawasih akan berimbas “ungkap Ketua MRP Timotius Murib .

Kerugian besar akan di timbulkan oleh aktifiktas pembangunan Bandara Antariksa di Warbon Biak Utara tersebut jelas Ketua MRP , dinataranya kerusakan lingkungan besar-besaran yang akan di timbulkan, juga hilangnya biota laut sekitar. Hilangnya mata pencaharian bagi warga di pesisir sehingga tempat-tempat mencari mereka akan bergesar ke area yang paling jauh . “ Masyarakat sekitar akan tergeser, mata pencaharian mereka di pastikan bersgeser dengan  radius yang akan di tentukan oleh pengelola statisiun tersebut .”katanya.

Sebelumnya Direktur Elsham Papua Pdt.Matheus Adadikam menyatakan rencana pembangunan Landasan Antariksa di Byak merupakan perang antara Amerika dan Rusia meski yang maksudkan tidak kelihatan tetapi isu itu sangat kuat, ketika adanya intervensi pihak-pihak lain. Sehingga pertanyaan yang sebenarnya harus dijawab oleh pemerintah  adalah dalam rencana ini berapa kali mereka telah melakukan sosialisasi dan menjelaskan dampak buruk dan baiknya bagi masyarakat lokal terhadap proyek ini “apa yang dipikirkan oleh semua orang ketika masyarakat  adat kehilangan tanah adat, lalu mereka kemana?, karena  semua tempat sudah ada pemiliknya karena sudah ada batasan “tandasnya.

Secara garis besar yang menjadi persoalan pokok dari ancaman kepada Masyarakat bahwa tanah atau lokasi 100 hektar yang akan di jadikan Landasan Anatariksa oleh LAPAN merupakan, ruang kelola tradisional masyarakat adat. Dimana mereka melakukan interaksi sosial seperti berkebun, berburu, meramu dan mencari ikan. Jika proyek besar ini benar-benar diwujudkan oleh Pemerintah Indonesia sudah dipastikan semua hak-hak tradisional masyarakat adat akan hilang dan merupakan peminggiran secara sistematik oleh pemerintah. (nesta)

 

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *