Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid. IstDirektur Amnesty Internasional Usman Hamid. Ist

JERATPAPUA.ORG,JAYAPURA- Menanggapi pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) oleh DPR RI, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Ini adalah langkah maju yang sudah lama ditunggu-tunggu untuk melindungi hak-hak korban kekerasan seksual di Indonesia.”

“Momen bersejarah ini hanya dapat dicapai berkat kegigihan dan kerja keras masyarakat sipil, khususnya organisasi-organisasi pembela hak perempuan, serta para penyintas kekerasan seksual dan keluarganya, yang terus berupaya meningkatkan kesadaran tentang urgensi masalah ini selama hampir satu dekade.”

“Meskipun UU TPKS adalah legislasi yang sangat diperlukan, UU ini belum sempurna. Karena itu kami juga mendesak pemerintah dan DPR untuk memastikan pasal-pasal tentang pemerkosaan dalam RKUHP sejalan dengan UU TPKS dan mengutamakan hak-hak korban.”

Latar belakang

DPR mengesahkan RUU TPKS menjadi undang-undang pada 12 April 2022, legislasi pertama terkait kekerasan seksual dalam sejarah Indonesia.

RUU TPKS pertama kali digagas oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2012. Komnas Perempuan menyelesaikan penyusunan RUU tersebut bersama dengan LBH APIK dan Forum Pengada Layanan (FPL) pada tahun 2016, dan setelah itu mulai dibahas di DPR.

Pembahasan RUU tersebut sempat terhalang karena adanya oposisi yang beberapa di antaranya berpendapat bahwa itu “pro-perzinaan” karena tidak mengatur hubungan seksual di luar nikah. RUU TPKS juga sempat dikeluarkan dari dfatar Prolegnas Prioritas pada tahun 2020 sebelum kembali dimasukkan pada tahun 2021.

UU terakhir mengatur sembilan jenis kekerasan seksual: pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non-fisik, kontrasepsi paksa, sterilisasi paksa, kawin paksa, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Pemerkosaan dan pemaksaan aborsi, yang pernah masuk dalam draf sebelumnya, dikeluarkan untuk menghindari tumpang tindih dengan RKUHP yang saat ini masih dibahas oleh DPR.(nesta)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *