JERATPAPUA.ORG, JAYAPURA – Tradisi turun temurun nenek Moyang masyarakat Adat Suku Kemtuk yang mendiami lembanh Grime Nawa mempunyai salah satu tradisi extreme dalam menjaga tanah, hutan dusun dan anak perempuan di dalam suku mereka.
Sangsi berat yang menanti dalam putusan Adat Nenek Moyang suku Kemtuk dalam hal menjaga dusun yakni sebagai aturan hidup batasan dan fase peradaban yang terus menerus masih di pertahankan hingga saat ini .
Yahya Bayemi Ondoafi Braso menegaskan aturan suku Kemtuk cukup Kental , apa lagi kasus-kasu perampasan lahan dan perempuan yang terjadi di lembah Grime Nawa Khususnya Suku Kemtuk sangsi paling terberatnya adalah dibunuh , sangsi tersebut menyangkut dengan peyerobotan dan Perampasan dusun orang secara sepihak tampa memintah izin kepada pemilik ulayat .
“sangsi kami di adat sudah menjadi tradisi turun temurun, ya jelas siapa yang masuk dusun orang tanpa permisi akan di bunuh “tegas Yahya Bayemi baru-baru ini di kampung Yanim Distrik Kemtuk .
Yahya mengisyaratkan sangsi adat yang cukup tegas ini , bisa berlaku sewaktu-waktu jika proses-proses secara bermartabat dan santun yang di lakukan oleh Masyarakat Adat Lembah Grime Nawa dalam menuntut dan memintah kembali hak-hak mereka atas tanah, dusun, dan Hutan mereka yang selama ini di kuasai Investor seperti yang terjadi terhadap Masyarakat Namblong dan PT Permata Nusa Mandiri .
“kasus PT Permata Nusa Mandiri jika tidak di lihat secara serius olah Pemerintah, Perusahaan, dan Penegak hukum, makan hukum rimba masyarakat adat bisa berlaku karena itu merupakan kutuk bagi pembangkan “ungkap Yahya Bayeni.
Selain berlaku bagi pelaku penyerobotan tanah ,sangsi ini juga berlaku bagi perampas Perempuan, istri orang, dan penggagu Istri orang sehingga tegas bahwa tatanan adat dan budaya suku Kemtuk berpatokan pada prinsip yakni sangsi akhir adalah pelakunya harus di bunuh .“sangsi kami tegas pelaku harus di bunuh, “pungkasnya . (nesta )