JERAT PAPUA.ORG, JAYAPURA – Hingga saat ini, perusahaan PT Permata Nusa Mandiri (PNM) masih terus melakukan aktifitas pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di Daerah Lembah Grime Nawa, Distrik Nimbokran dan Unurumguay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Padahal, Bupati Jayapura telah menerbitkan surat keputusan agar perusahaan PT PNM menghentikan sementara kegiatan pembukaan lahan (Februari 2022), surat peringatan dan meminta perusahaan untuk menghentikan aktivitas pembangunan perkebunan (September 2022 dan November 2022).
Kami Koalisi Selamatkan Lembah Grime Nawa, telah berkali-kali berdialog dengan pemerintah Kabupaten Jayapura di Kantor Bupati Jayapura. Pada dialog hari ini Jumat, 09 Desember 2022, yang dihadiri oleh Asisten I, Elphyna Situmorang ; Asisten II, Delila Giay ; Kabag Hukum, Timotius Taime. Kami meminta pemerintah konsisten dengan janji untuk memenuhi tuntutan mencabut izin usaha perusahaan PT PNM.
Faktanya, pemerintah Kabupaten Jayapura belum mempunyai sikap keputusan untuk mencabut izin-izin usaha perusahaan, izin lokasi, izin lingkungan, izin usaha perkebunan dan Hak Guna Usaha, meskipun perusahaan disebutkan tidak dapat memenuhi syarat ketentuan dan perusahaan telah melakukan kelalaian atas surat peringatan dan pemberitahuan penghentian aktifitas.
Kami memandang pemerintah Kabupaten Jayapura tidak sungguh-sungguh mewujudkan penghormatan dan perlindungan hak masyarakat adat dan lingkungan hidup.
“Bupati tidak memenuhi janji-janjinya untuk mencabut izin-izin usaha perusahaan PT Permata Nusa Mandiri yang melanggar hukum, merugikan dan menghilangkan hak-hak masyarakat adat, dan penggundulan hutan. Pemerintah terkesan sengaja membiarkan permasalahan yang ada, di satu sisi perusahaan menjadi arogan dan sewenang-wenang, disisi lain masyarakat adat resah karena tidak adanya kepastian hukum dan menimbulkan ketidakpercayaan pada pemerintah”, kata Yustus Yekusamun, perwakilan masyarakat adat dan juru bicara Koalisi Lembah Grime Nawa Jumat, (9/12/2022).
Aktivis Perempuan Adat, Rosita Tecuari, menyoroti dan menyampaikan misi dan putusan Bupati Jayapura dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan program yang seolah-olah dapat melindungi hak masyarakat adat dan wilayah adat, namun tidak sepenuhnya mutlak memberikan kepastian hak untuk menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat di Lembah Grima Nawa.
“Kampung adat diakui, tapi masyarakat adat tidak punya hak kuasa dan kelola atas tanah dan hutan adat, karena dikuasai dan dikelola oleh perusahaan. Bagaimana mungkin keputusan yang dihasilkan dapat dijalankan tanpa ada kuasa dan kewenangan masyarakat adat dalam mengatur dan mengelola tanah dan hutan adat”, ungkap Rosita Tecuari.
Kami Koalisi Selamatkan Lembah Grime Nawa, menduga belum adanya sikap dan putusan untuk pencabutan izin usaha perusahaan dikarenakan adanya kepentingan politik dan ekonomi, yang melibatkan kekuatan pihak-pihak tertentu dan berpotensi terjadinya pelanggaran hukum, dan tindakan koruptif. Karenanya, Koalisi meminta pihak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk mengawasi pejabat dan aktor yang berkepentingan dalam jejaring bisnis, serta aliran transaksi keuangan.(Koalisi/NM)