JERATPAPUA.ORG,SARMI – Masyarakat Adat dari 5 suku yang tersebar di Kabupaten Sarmi Provinsi Papua, menginginkan adanya pemetaan Wilayah Adat menyeluruh di wilayah Adat mereka di Kabupaten Sarmi.
Lima suku yang di sebutkan merupakan suku-suku asli yang mendiami Kabupaten dengan julukan Kota Ombak Sarmi tersebut, yakni suku Sobey, suku Armati, Rumbuai ,Manirem dan Isirawa.
Yeheskiel Jemjema Tokoh adat perwakilan dari suku besar Manirem Kampung Betaf mengungkapkan alasan pihaknya memintah adanya pemetaan wilayah adat menyeluruh di karenakan hal ini sangat penting karena dokumen pemetaan adalah bukti bahwa wilayah mereka di catat dan di akui masyarakat adat , pemerintah dan Negara secara tertulis.
“kami mau menyeluruh, meski ada beberapa wilayah yang sudah di jalankan , secara garis besar lima suku belum di lakukan “ungkap Yeheskiel Jemjema senin, (11/05/2023).
Lanjut Yeheskiel sementara ini pihak masyarakat adat terus mencari dukungan sehingga mereka sebagai masyarakat adat dari 5 suku menggelar pertemuan guna penentuan batas-batas tanah dan dusun.
“kami sendiri akan melakukan pertemuan sehingga masing-masing suku menentukan batasnya, dan saling mengetahui dan mengakui “katanya.
Selain pemetaan wilayah adat Yeheskial mengklain kegiatan ini cukup penting di laksanakan mengingat di dalam masing-masing wilayah adat dari 5 suku, terdapat potensi sumberdaya alam yang cukup melimpah.
“potensi bukan saja sumberdaya alam yang berjalan, seperti kayu, dan lainnya “tutur Yeheskiel.
Sehingga yeskiel berharap adanya pendampingan dari pemerintah daerah dengan menggandengan sejumlah lembaga yang di anggap paham soal pemetaan dan riset sosial.
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Daniel Robert Senis, SH mengakui dengan semangat UU Otonomi Khusus no 2 tahun 2021, dimana Pusat memberikan amanat kepada pemerintah daerah baik provinsi maupun Kabupaten Kota di Tanah Papua , bagaimana melihat kedudukan masyarakat adat secara utuh sehingga masyarakat adat tidak lagi menjadi objek melainkan mereka ada bersama-sama pemerintah daerah .
“kami saat ini mencari formula , dan berpijak pada UU otsus , dan kami berharap ada UU yang lebih tinggi, termasuk hak-hak dasar orang asli Papua (OAP)” ujar Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Daniel Robert Senis, SH.
Dengan demikian pemerintah daerah memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat adat untuk bermusyawarah dalam menentukan apa yang menjadi hak dasar mereka.
“pemetaan wilayah adat ini tidak semudah yang kita pikirkan storynya panjang , meski ada 5 suku besar tetapi saman telah mengantar kita “tandasnya. (nesta)