JERATPAPUA.ORG, JAYAPURA – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Jayapura menegaskan bahwa Pemberlakuan Kampung Adat di Kabupaten Jayapura merupkan Iplementasi dari Undang-Undang Otsus terhadap Keberpihakan kepada Masyarakat Adat (MA).
Penegasan tersebut di sampaikan oleh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Jayapura Benhur Wally , menanggapi berbagai isu-isu dan penolakan terhadap keberadaan Kampung adat yang di gagas oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Gugus Tugas Masyarakat Adat serta NGO atau LSM yang bekerja di wilayah Kabupaten Jayapura .
“kita harus memberikan kewenangan dari iplementasi UU Otsus yang benar-benar berpihak kepada Masyarakat Adat salah satunya kampung Adat “tegas Benhur Wally senin,(06/02/2023).
Benhur wally bahkan mengungkapkan AMAN Jayapura menghargai aspirasi-aspirasi sebagian kelompok yang menolak dan tidak menginginkan adanya kampung adat lewat aspirasi yang di sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura dan DPRD Kabupaten Jayapura.
“kami menghargai aspirasi sebagian kelompok yang menolak dan tidak menginginkan kampung adat , itu bagian dari cara pandang mereka “ungkap Wally.
Sebagai Lembaga Kulture AMAN Jayapura mencoba untuk mendampingi agar proses-proses eksekusi dari perintah UU Otsus bagaimana menyelamatkan lembaga-lembaga adat , Kampung Adat ,Hutan Adat dan Tanah Adat , Sekolah Adat karena di rasa penting keberadaannya di setiap wilayah adat yang selama ini menjadi kekeliruan pelaksanaan UU No 18D yang menyangkut dengan masyarakat adat yang ada.
“perintah undang-undang, kami Menjalankan setiap perintah yang di ambil oleh kepala daerah Bupati dan Walikota yang menginginkan setiap program ini harus jalan kami tetap mendukung “tuturnya.
Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Sentani Tumur (Ralibhu ) Irenius Pepuho mengungkapkan , bahwa pembentukan kampung Adat di Kabupaten Jayapura merupakan kesepakatan awal oleh Alm. Demas Tokoro Mantan Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Sentani Bhuyaka, mengusulkan seluruh kampung di bawah Keondofoloan Sentani atau Bhuyaka harus menjadi kampung adat .
“ini sudah di canangkan oleh DAS pada saat kebangkitan masyarakat Adat yang pertama di Kabupaten Jayapura “ tutur Irenius Pepuho
Hal itu jelas Pepuho sehubungan dengan Jati diri sehingga Dewan Adat Suku Sentani membentuk kampung Adat sebagai upaya mengembalikan jati diri Ondofolo dan Masyarakat Adat yang terus terkikis oleh perkembangan dan Pluralismen terhadap Pemehaman Negara unyuk menghargai adanya pemahaman dan Budaya kultur Budaya di tengah kelompok berbeda .
“uu No 5 tahun 1975 tentang Desa , para ondofolo sudah mengetahui adanya intervensi Negara terhadap hak-hak ondofolo dan masyarakat adat, akhirnya kewenangan Ondofolo dan Masyarakat adat di batasi di Kampung sehingga ada dualisme Kepemimpinan “Katanya.
Irenius Pepoho menyarankan kepada pihak-pihak yang berbeda pandangan soal kampung adat , harus melihat Kampung Adat dari kacamata masyarakat adat , karena ini merupakan jati diri eksistensi Masyarakat Adat di atas wilayah adatnya.
“penolakan oleh orang-orang tertentu, harus melihat ini, karena kampung adat merupakan jati diri Masyarakat Adat jadi “imbuhnya.
Irenius Menegaskan bahwa hari ini Masyarakat Adat menjadi Korban dari penerapan UU Nomor 5 tahun 1979 tentang Desa , sheingga kapasitas dan kewenangan Ondofolo tidak lagi di hargai sebagai pemilik dan leluhur atas Tanah , Air, Hutan, Manusianya .
Sebelumnya Puluhan warga mengatasnamakan mastarakat NKRI melakukan aksi demo menolak kampung adat, yang disahkan Pemerintah Pusat untuk Kabupaten Jayapura.
Demo damai digelar di halaman parkir VIP Bupati, kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jayapura, Sentani, pada Selasa (24/1/2023).
Enam kampung adat masing-masing Kampung Yokiwa, Ayapo dari Distrik Sentani Timur, Babrongko, Homfolo, Distrik Ebungfauw, dan dua lainnya kampung Ifar Besar dan Kampung Yoboi.
Pantauan awak media, demo dilakukan puluhan masyarakat yang mengatasnamakan 6 kampung dari 3 distrik yang Ada di kabupaten Jayapura.
Kabupaten Jayapura sendiri memiliki 19 distrik, 139 kampung.
Puluhan warga yang melakukan aksi demo diterima anggota DPRD Kabupaten dengan melakukan dialog.
Aris Kreuta, juru bicara demo mengatakan, pemerintahan kampung adat ini membuat mastarakat kebingungan.
Menurutnya ada dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pemerintahan kampung adat. Juga para-para adat yang sebenarnya menjadi tempat pertemuan dudik dan berbicara Sama-sama tidak ada lagi.
” Menurut saya kalau toh kampung Adat ini hanya menciptakan perselihan antara Ondoafi, kepala suku dan mastarakat, buat Apa dipertahankan kalau hanya Menimbulkan perpecahan di kampung Adat itu,” ujar Aris (nesta )