JERATPAPUA – Dekai, Masyarakat Suku Momuna mengeluhkan dengan ketidak adilan yang mereka alami dalam pengelolaan Sumber Daya Alam di Dekai, Kabupaten Yahukimo. Padahal potensi Batuan atau dulu dikenal dengan Galian C dan juga hasil hutan kayu sangat melimpah.

Denus Aye seorang pemuda dari Kampung Sokamu saat ditemui pada Sabtu (10/02/2018) menyampaikan bahwa hampir 15 tahun belakangan ini , para pengusaha membeli batuan dan kayu dengan murah. “Mereka para pengusaha ada yang membeli dengan sistim kontrak . Misalnya Rp 30 juta perbulan. Dan itu bisa puluhan rit truk angkut pasir atau batu kali. Tentu saja kami ini rugi sekali,” tukas Denus Aye.

Dikatakannya bahwa kadang para pengusaha kayu membeli 1 pohon besi dengan harga  Rp 5 juta. Padahal 1 pohon kayu besi terkadang hasilkan 3-4 kubik kayu. Kalau harga kayu perkubik dipasaran Rp 4 juta maka pemilik pohon kayu besi akan rugi sekali.

Sementara itu, Koordinator Advokasi JERAT Papua, Wirya Supriyadi mengatakan ketidakadilan dalam pengelolaan dan pemanfaatansumber daya alam kerap kali terjadi. Terutama pada masyarakat yang tidak cukup paham ataupun mempunyai informasi dan pengetahuan yang baik. “Artinya memang masyarakat adat harus diberikan pengetahuan dan pemahaman yang baik. Dan mereka harus konsolidasi ditingkat marga atau kampung untuk menyepakati tentang harga  pasir, batu kali maupun kayu. Dan cara menghitung secara ekonomis agar mereka tidak rugi,” tegas Wirya Supriyadi.

Menurutnya JERAT Papua telah menyiapkan draft peraturan kampung yang mengatur tatakelola Pengelolaan Sumber Daya Alam baik berupa batuan maupun hasil hutan kayu.“Saya berharap bahwa kepala suku pada 10 kampung di Distrik Dekai bisa melakukan musyawarah bersama memutuskan harga pasir, batu dan kayu lalu akan disahkan oleh Dewan Masyarakat Adat Momuna,” ujar Wirya Supriyadi.

Wirya Supriyadi menjelaskan sehingga nantinya keputusan bersama kepala suku menjadi dasar penetapan harga dan jadi salah satu konsideren dalam peraturan bersama 10 kepala kampung di Distrik Dekai nantinya. Selanjutnya dilakukan musyawarah kampung membahas draft perkam tersebut. Dengan demikian diharapkan akan ada aturan hukum  yang tidak merugikan Suku Momuna dan juga terjaga kelestarian lingkungan.

Dari catatan JERAT Papua bahwa Suku Momuna mulai tersentuh pelayanan pemerintahan yakni di era 1990-an ketika mulai adanya Pemerintahan Desa (Kampung-red). Lalu pada tahun 1992 berdiri sekolah dasar yang pertama di Dekai. Dan sejak tahun 2004, Kampung Dekai dijadikan pusat pemerintah Ibu Kota Kabupaten Yahukimo, walaupun dalam UU No 26/2002 bahwa  Ibu Kota Kabupaten Yahukimo terletak di Sumohai. (Redaksi)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *