Jayapura, Pembangunan Markas Komando (Mako) Brigade Mobil (Brimob) di Wamena, Jayawijaya terus mendapatkan penolakan berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa. Menurut Engelberth Sorabut bahwa pendirian Mako Brimob terkesan dipaksakan. Apalagi tanah yang akan digunakan adalah milik masyarakat adat.

“Tanah yang dilokasikan untuk membangun Mako Brimob, itu tanah yang pemiliknya adalah Masyarakat Adat. Petanyaannya kalau pemerintah mau bangun, maka pemerintah punya tanah yang mana? Yang pemilik tanah adalah masyarakat adat dan masyarakat adat beberapa kali tolak untuk kehadiran atau membangun Mako Brimob di Jayawijaya ” ucap Engelberth Sorabut saat ditemui pada Rabu (08/03) di Diklat Sosial Kamkey, Kota Jayapura.

Ditambahkannya bahwa Dewan Adat Wilayah La Pago maupun Baliem dengan tegas menolak kehadiran Mako Brimob, karena kehadiran Mako Brimob tidak pernah dibicarakan bersama. Seharusnya semua komponen yang ada di Baliem bicara dulu, yakni keuntungan dan kerugian seperti apa .”Itu tidak dilakukan dan langsung memaksakan kehendak. Sehingga masyarakat bertanya ini ada apa ?” ujar Sekretaris Dewan Adat La Pago.

Menurutnya Engelberth Sorabut kalau dipaksakan kehendak dan dibangun , maka kita masyarakat adat punya hak untuk protes dan gugat secara hukum. Dan penolakan berdirinya Mako Brimob telah dikirim secara tertulis kepada para pihak terkait. Disisi lain adalah menurut masyarakat kalau Polisi Resort (Polres) itu ada ditingkat kabupaten, sedangkan Mako Brimob , menurut pikiran masyarakat adat, ada provinsi baru ada Mako Brimob. “Dan karena alasan tidak jelas maka kami tolak itu Mako Brimob “ tegas Engelberth Sorabut.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *