(Sebuah refleksi kritis terkait Implikasi Hukum Terhadap kedudukan ibu kota Kabupaten Maybrat,
terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia)

Oleh: Andi Asmuruf, SH.MH

Kabupaten Maybrat atau dengan sebutan yang lazim dikenal A3 (Ayamaru, Aitinyo, Aifat) pada masa penjajahan pemerintahan Kerajaan bangsa Belanda di Tanah Papua, khususnya Kabupaten Sorong yang membawahi beberapa Distrik dan di wilayah Hukum, Kabupaten Sorong, yang kini telah melahirkan beberapa Daerah Otonom Baru.

Sejatinya pembangunan suatu kabupaten sebagai daerah otonomi baru itu harus memanusiakan manusianya dengan pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang bermartabat terlepas dari intrik apa pun yang dimainkan oleh para elit, pembangunan manusia Papua yang utuh untuk merdeka dari kemiskinan, kebodohan dan penyakit selama ini memang masih menjadi suatu renungan yang panjang. Padahal kalau dilihat semua pejabat di Papua hari ini di isi oleh putra-putra terbaik pemilik negeri leluhurnya sendiri, namun tetap visi untuk membawa manusia Papua yang utuh masih menemui jalan buntuh, malah yang dipertontonkan oleh elit Papua adalah kekayaan dan kemewahan sedangkan rakyat kecil terus merana, karena korupsi, kolusi dan nepotisme masih meraja lelah, kejahatan administrasi dan penyalah gunaan kekuasaan.

Masalah serius yang menjadi perhatian penulis adalah tentang keberadaan kabupaten pemekaran yang para elitnya melakukan Kejahatan Administrasi Negara seperti yang terjadi di kabupaten Maybrat. Terkait Implikasi Hukum Terhadap kedudukan ibu kota Kabupaten Maybrat, terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Yang status hukumnya sangat memprihatinkan, bagaimana kondisi keberadaan administrasi seperti ini membuat pembangunan dan pelayanan pemerintahan bagi warga masyarakat di daerah tersebut masih terus berjalan di tempat, pertentangan di kalangan elit, buat dilema bagi PNS entah mau mengapdi di mana, apakah di ibu kota kabupaten di Kmurkek atau ibukota kabupaten di Ayamaru, hal ini jelas memberi pelajaran politik yang tidak mendidik bagi masyarakat.

Entah karena pengaruh sistem-sistem politik, sehingga Pemerintah Provinsi Papua Barat melakukan tindakan kejahatan administrasi negara, dan tidak pengerti sistem tata urutan perundang-undangan dalam sistem ketatanegaraan menurut hirarki peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia. Seperti yang diperlihatkan Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Maybrat yang telah melakukan pelanggaran terahadap hak-hak asasi manuasia, terutama masyarakat adat maybrat yang mendiami wilayah hukum Kabupaten Maybrat

Dimana pemimpin pemerintahannya mengutamakan sistem politik dan mengabaikan aturan hukum dengan melakukan penindasan, memperbudak, diskriminasi dan menghambakan warga masyarakatnya tentang pencerahan politik terlebih tidak mengakui dan menghormati hukum sehingga hal ini jelas membingungkan masyarakat kecil.

Akar Masalah
Kesemberawutan ini dilihat dari realita, terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Negara Republik Indonesia yang implikasi hukum terhadap pelaksanaan pembangunan dan administrasi pemerintahan Kabupaten Maybrat melalui penegakkan supermasi hukum pemerintahan Daerah Kabupaten Maybrat.

Mengingat bahwa Pasal 7 UU No.13 tahun 2009,yang menyebutkan kedudukan Kabupaten Maybrat ibu Kotanya di Kumurkek batal demi hukum kerena bertentangan dengan UUD 1945 Negara Republik Indonesia adalah negara hukum bahwa sistem pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Mengingat bahwa negara Indonesia ialah negara hukum, maka sebagai pemerhati hukum di tanah papua kami menyampaikan notifikasi pemberitahuan kepada Pemerintah dan Negara Republik Indonesia, kami mengharapkan kepada Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan Republik Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia segera menindak pemerintah Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Maybrat telah melakukan pelanggaran kejahatan administrasi Negara dan diskriminasi hukum yang bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 18a,Pasal 20,Pasal 18 b ayat 1 dan 2.

Bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Maybrat telah melakukan pelanggaran hak-hak asasi manusia masyarakat warga Kabupaten Maybrat telah melakukan implikasi hukum terhadap keputusan Mahkamah konstitusi tentang kedudukan Ibu kota Kabupaten Maybrat yang diatur pada pasal 7 UU No.13 Tahun 2009 tentang pembantukan Kabupaten Maybrat yang beribu kota di Kumurkek bertentangan dengan UUD 1945 dan batal demi hukum.
Pasal 7 UU No.13 Tahun 2009 tentang pembentukan Kabupaten, Maybrat dimana sejak keputusan Mahkamah Konstitusi menjadi kekosongan hukum. Yang patut dipertanyakan kepada Gubernur Provinsi Papua Barat dan Bupati Kabupaten Maybrat apa dasar hukum yang mendasari Gubernur Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Bupati Pemerintahan Kabupaten Maybrat mau tetap melaksanakan pembangunan dan administrasi pemerintahan Kabupaten Maybrat beribu kota di Kumurkek
.
Seharusnya Pemerintahan Daerah Kabupaten Maybrat dan Dawan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Maybrat mengajukan perubahan atas Pasal 7 UU No.13 tahun 2009 tentang kedudukan ibu kota Kabupaten maybrat bukan berkedudukan di Kumurke atau di Ayamaru tidak mempunyai kekuatan hukum karena bertentangan dengan UUD 1945. Dimana Pemerintah Provinsi Papua Barat dengan dinamika internal sistem politik praktis untuk menekan pemerintah Kabupaten Maybrat, untuk menyampingkan aturan hukum terhadap PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 66/PUU-XI/2013 TANGGAL 19 SEPTEMBER 2013 TENTAG KEDUDUKAN IBU KOTA KABUPATEN MAYBRAT, bukan lagi berkedudukan ibu Kota Kabupaten Maybrat di Kumurkek, bertentangan UUD 1945 dan batal demi hukum yang memaknai putusan Mahkamah Konstitusi yang mengadili dan menyatakan : Mengabulkan Permohonan para pemohon, pada butir angka 1.titik 1 bahwa Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 tentang pembentukan Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat ( Lembaran Negara Republlik Indonesia Tahun 2009 Nomor 14 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4969 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Ibu Kota Kabupaten Maybrat berkedudukan di Ayamaru.

Angka 1 titik 2 Pasal bahwa Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 tentang pembentukan Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat ( Lembaran Negara Republlik Indonesia Tahun 2009 Nomor 14 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4969) tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat bahwa sepanjang tidak dimaknai “Ibu Kota Kabupaten Maybrat berkedudukan di Ayamaru atau Kumurkek dan amar putusan Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Akibat dari Ketentuan putusan Mahkamah Konstitusi Pasal 7 UU NO 13 tahun 2009 yang mengatur tentang kedudukan ibu kota Kabupaten Maybrat tidak di wilayah Ayamaru maupun Kumurkek bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat sudah batal demi hukum sepanjang tidak dimaknai “Ibu Kota Kabupaten Maybrat berkedudukan di Ayamaru maupun Kumurke.

Bahwa sejak PUTUSAN Mahkamah K RI NO: 66/PUU-XI/2013 TANGGAL 19 SEPTEMBER 2013, Pasal 7 UU NO 13 tahun 2009 tentang pembentukan Kabupaten yang mengatur tentang kedudukan ibu Kabupaten Maybrat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat dan batal demi hukum, itu artinya kedudukan ibu Kota, Maybrat sejak putusan Mahkmah Konstitusi Ibu kota Kabupaten Maybrat dinyatakan adanya kekosongan hukum. Mengingat ketentuan hukum yang berhubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi adalan final dan akhir.

Untuk Keluar Dari Masalah Ini

Saya sampaikan kepada seluruh komponen masyarakat Kabupaten Maybrat. Yang perduli terhadap masa depan pemerintahan Kabupaten Maybrat, diharapkan segara membentuk Tim yang diberinama Komite/Presidium Penyelamat Pemerintahan Kabupaten Maybrat segara bergabung bersama untuk menyampaikan Somasi Kepada Presiden Republik Indonesia selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan melalui Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia segera merevisi Pasal 7 UU No.13 Tahun 2009

Berkaitan dengan Pasal 7 UU No.13 Tahun 2009 tentang pembentukan Kaupaten Maybrat yang berdudukan di Kumurke batal demi hukum sesuai putusan MK. Apabila Bupati Maybrat tetap mau melaksanakan penyelenggaran pelaksanaan pembangunan administrasi pemerintahan Kabupaten Maybrat dan tetap berkedudukan ibu kotanya di Kumurkek. Maka Bupati Maybrat melakukan kejahatan administrasi negara.

Padahal Putusan Mahkamah Konstitusi menunjukan adanya kekosongan hukum tentang kedudukan ibu kota Kabupaten Maybrat dalam kerangka untuk mencegah implikasi hukum atas sumber dari negara berupa APBN/APBD. Untuk mencegah pelanggaran ini,

Kalau terus pemerintah tidak mengindahkan dan mencari solusi yang arif atas masalah ini, saya meminta kepada pemerintah pusat melalui BPK, Satgas, KPK, Kapolda, dan Kejaksaan Tinggi Papua memeriksa pejabat Pemerintah Kabupaten Maybrat terhadap status hukum tentang kedudukan Kabupaten Maybrat yang sah menurut hukum. ini tulus saran saya kepada elit maybrat, jauh lebih baik kita mencegah sebelum bola liar ini ke depan berbuntut ke masalah pelanggaran admisnistrasi, penyalagunaan kekuasaan dan berakhir dengan tuduhan korupsi oleh kelompok kepentingan lain, padahal jauh lebih penting kita membangun kehidupan masyarakat yang bermartabat dan sejahtera, ketimbang kita sibuk dengan intrik politik yang ada di kabupaten maybrat. salam kehidupan, behaf sau bonot sau

(*) Penulis adalah Hakim dan Pemerhati masalah hokum di Papua, Saat Ini Menjabat Sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *