Jayapura, 1/9 – 2014 “Pemerintah diharapkan tidak hanya mengeluarkan produk undang-undang tentang perempuan. Tidak harus langsung tetapi pemerintah dapat menunjuk pihak-pihak lain seperti kelompok-kelompok gerakan sipil,” ungkap Asmira dalam Pelatihan Advokasi Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1325 tentang Perempuan, Perdamaian dan Keamanan di Hotel Matos, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (1/9).
Menurut Asmira, selama ini, pemerintah memang membuat peraturan dan undang-undang tentang perempuan. Misalnya 30 persen keterwakilan perempuan di legislatif, tapi hanya agar tampak bahwa pemerintah peduli pada persoalan perempuan. “Padahal, pada kenyataannya, tidak seperti itu,” katanya.
Terkait hak-hak perempuan, Yanti Gasper, Pengacara Hukum dari Manokwari mengatakan, pada prinsipnya hak-hak perempuan secara universal sudah termaktup di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Salah satu hak tersebut adalah mendapatkan rasa aman.
“Untuk pelanggaran terhadap hak-hak perempuan, alat yang dapat digunakan perempuan dlam proses advokasi adalah melalui produk undang-undang yang melindungi perempuan dan juga dapat dilakukan melalui media,” ungkap Yanti di Abepura, Jayapura, Papua, Senin (1/9). (Jubi/Aprila)
Sumber : http://tabloidjubi.com