Jayapura,- Banyak kasus pelanggaran akan Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Papua pada masa lalu dan beberapa waktu lalu. Peristiwa pelanggaran HAM dimasa akan datang tidak menutup kemungkinan akan terjadi di Papua. Masyarakat umumnya penyelesaiannya secara cepat tidak berlarut-larut justru hanya akan memuculkan rasa kecewa dan tidak simpati dari korban dan keluarga korban demikian disampaikan oleh John Gobay saat ditemui pada Sabtu (28/03) diusai seminar yang digelar oleh Forum Independen Mahasiswa (FIM) di Waena, Kota Jayapura.
John Gobay menyatakan bahwa ada beberapa alasan perlu adanya Komisi Daerah HAM Papua. “Dari sisi hukum kita mempunya UU 21/2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Papua . Hal mendasar dari UU ini adalah tentang perlindungan hak-hak dasar manusia . Papua sebagai daerah otsus , yang diberikan karena adanya pelanggaran ham berat dimasa lalu. Sehingga Papua harus diberikan perlakuan khusus dalam bentuk kebijakan di uu otsus” ujar John Gobay.
Dijelaskan John Gobay bahwa disisi lain telah ada pekerja HAM yang berkompeten dan mempunyai dedikasi yang tinggi selama ini. “Dengan pertimbangan itu yang jadi kekuatan kita adalah kita juga memiliki SDM bahwa orang papua yang bisa juga jadi komisioner , baik dari pekerja HAM dan pengacara yang memahami tupoksi sebagai kominnisioner HAM” tegas Gobay. Hal lain yang disampaikan oleh John Gobay mengapa anggota komisioner nantinya berasal dari Papua dikarenakan karakter orang Papua beda dengan orang Indonesia lainnya. “Kadang orang dari luar Papua minim pemahaman mengenai kultur dan karakter orang asli Papua menjadi kesulitan dari komisioner Komnas HAM RI sehingga muncul kesan bahwa orang Papua tidak bersahabat, terlalu keras dan terlalu kasar” tukas Gobay. Dan disisi dengan banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, tidak sebanding dengan jumlah komisioner Komnas HAM terbatas jelas Gobay.
Terkait dengan usulan pendirian Komda HAM di Papua, Mellyanus Duwitau dari Forum Independen Mahasiswa (FIM) mengatakan bahwa bahwa dirinya sepakat dengan usulan John Gobay. “Karena kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua tidak diselesaikan dengan tuntas dan ditengah jalan putus. Hal apakah karena lokasi Papua yang jauh dari ke Jakarta ataupun kewenangan Komda HAM Papua yang terbatas,” ujar Mellyanus Duwitau. Ditambahkan oleh Mellyanus Duwitau dirinya menghimbau kepada Pemprov Papua, MRP, DPRP, lembaga dan aktivis yang konsen dengan HAM serta stakeholder lainnya perlu bersama-sama mengagas dan mendorong kembali adanya Komisi daerah HAM atau dengan nama lain misalnya Komnas HAM RI di Papua maupun Komnas HAM RI Daerah Khusus Papua yang kewenangannya merujuk kepada UU No 39 / 1999 tentang HAM dan UU No 36/2000 Tentang Pengadilan HAM dan UU No 21/2001 tentang Otsus bagi Papua dan lembaga ini setidaknya punya kewenangan yang sama dengan Komnas HAM RI dan pembiayaan bisa saja dari dana Otsus. (Wirya Supriyadi)