Mendalami pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, perwakilan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat (Kalbar) mendatangi Papua untuk mempelajari keberadaan Kampung/Desa adat yang terlebih dulu sudah diterapkan di Papua.
“Kami dari pemerintah Kalimantan Barat ingin melakukan tukaran pendapat dengan pemerintah Papua berkenaan untuk mengantisipasi pemberlakukan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang pemerintahan desa,” ucap Kepala Bappeda Kalbar Ahi, MT, seperti yang di lansir www.bintangpapua.com
Dikatakan, dalam undang-undang tersebut akan diatur bahwa nanti akan ada syarat tentang hutan desa atau hutan adat. “Kemudian kemungkinan ada yang bisa kita aplikasikan di Kalimantan Barat, ada regulasi-regulasi lokal kita akan mengadopsi hal-hal seperti itu,”sambungnya, Senin (11/8), saat mendatangi Kantor Gubernur Papua dan diterima oleh Sekda Provinsi Papua TEA. Hery Dosinaen di ruang kerjanya.
Sebelumnya, seperti yang dimuat www.antaranews.com ; Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyerahkan Surat Keputusan Hutan Desa kepada Wakil Bupati Sintang, dengan total luas lahan sekitar 5.000 hektar, untuk dikelola masyarakat adat di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
“Silahkan rakyat mengambil hasilnya, perkaya hutannya kalau belum kaya, ambil manfaatnya, tetapi hutannya jangan dirusak,” katanya dalam sambutan Kunjungan Kerja dan Silaturahmi di Kabupaten Sintang.
Ia menyatakan, hal ini dilakukan Kementerian Kehutanan agar perekonomian rakyat tumbuh kembang dan dapat lebih maju.
“Kita harus memberikan akses yang luas kepada rakyat, kalau ada lahan, harus diutamakan untuk rakyat, agar pembangunan mengajak partisipasi yang luas,” katanya.
Selain itu, Menhut juga menyerahkan bantuan untuk kegiatan pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan bantuan kegiatan Pengembangan Perhutanan Masyarakat Berbasis Konservasi (PPMBK) dengan jumlah masing-masing Rp.50 juta.
“Bantuan ini diberikan karena ilmu tanam-menanam dan bibit-membibit di Kalimantan, Sumatera dan Papua masih kurang dibandingkan pulau Jawa,” kata Zulkifli beberapa waktu lalu.
Lanjut, terang Kepala Bappeda Kalbar Ahi, MT, bertujuan untuk mencari daerah pembanding untuk penerapan UU nomor 6 yang akan mulai diberlakukan sejak tahun 2015 mendatang. “Antara lain kita akan menggunakan sumber dari Papua, dalam pengelolaan hutan desa atau hutan adat. karena disini sudah eksis kan, sementara di daerah lain belum eksis. Mungkin Papua, kemudian Sumatera Barat kita akan melakukan pembanding,” ujarnya.
Masalah krusial yang ada di Kalimantan Barat, aku Ahi, karena pihaknya belum memiliki regulasi mengenai hal tersebut. “Karena faktor regulasi ini sangat kompleks. Seperti surat keputusan Menteri Kehutanan tentang penetapan kawasan hutan,” tuturnya.
Jadi semua ini mengakomodir kepada masyarakat, terang Ahi, ada desa-desa yang melakukan pengembangan hutan sementara bupati/walikota mempunyai visi misi mensejahterahkan masyarakat salah satu strateginya membangun aksebilitas jalan.
“Kita tidak ingin pelaksanaannya mengorbankan masyarakat, dan fungsi ekonomi harus berimbang sehingga kehadirian membuat berimbang kepada masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu Sekda Papua TEA. Hery Dosinaen mengatakan Pemprov Kalbar datang untuk sharing tentang penyelenggaraan pemerintahan Papua, terutama tentang UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001, tapi pada prinsipnya Papua sedang merevisi UU tersebut karena hampir seluruh kewenangan yang ada di UU tersebut tidak dapat diaplikasikan disebabkan berbenturan dengan regulasi sektoral lainnya, sehingga beberapa regulasi yang merupakan Brigda dari UU 21 tidak bisa diaplikasikan.
“Mereka juga menanyakan tentang desa/kampung adat, bahwasannya hanya terjadi perubahan nomenklatur yang dulunya UU Nomor 9 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, sekarang ada perubahan. Tapi di UU nomor 21 terjadi perubahan, desa menjadi kampung, kecamatan menjadi distrik tapi bagaimana aplikasinya dalam pemenuhan hak-hak dasar tidak bisa diaplikasikan. Itulah tadi yang dibilang selalu berbenturan dengan sektoral,” tutur Sekda.
Sekarang dengan kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur saat ini, kata Sekda, Papua sedang merekonstruksi UU Otsus yang diharapkan semua kewenangan menjadi tugas dan tanggungjawab Pemda. Juga terkait SDA, dengan potensinya yang begitu besar namun sungguh diprihatinkan bahwa peruntukkannya sangat kecil bagi kepentingan daerah.
“Untuk itu kita bagaimana regulasi sektoral ini dibicarakan dengan Pemerintah Pusat untuk melihat ini secara komperhensif,”imbuhnya.
Selain itu, kata Sekda, dalam pertemuan tersebut mereka juga membicarakan tentang perbatasan, menurut Pemprov Kalbar disana kondisinya memprihatinkan, tapi ketika dibandingkan dengan Papua kondisinya justru terbalik, karena di Skouw bahan makanan hampir 100 persen dibeli oleh masyarakat PNG, sementara disana terbalik dimana masyakat Indonesia membeli di Malaysia.
“Mudah-mudahan ini kita saling berbagi tentang penataan pemerintahan pembangunan kedepan lebih baik,” harapnya.
Sumber :
www.bintangpapua.com
www.antaranews.com