JAYAPURA, JERAT PAPUA – Jaringan Kerja Rakyat Papua (JERAT PAPUA) menggelar kegiatan Kompilasi hasil Riset dan Investigasi laporan perampasan tanah yang diikuti oleh lokal person dan mitra kerja Jerat Papua dari 10 Kabupaten di Papua dan Papua Barat
Anggota Sterring Committee Jerat Papua Engelbert Dimara dalam arahannya mengatakan tahun 2020 sejak adanya pandemi C-19 menjadi tantangan tersendiri bagi semua masyarakat, namun hal ini tidak mengurangi semangat untuk melakukan investigasi terkait dengan land grabing (Perampasan lahan) di Tanah Papua. “Kegiatan ini menjadi ruang yang baik bagi kita semua untuk mendiskusikan bersama situasi terkini dari skema perampasan tanah hak ulayat yang telah terjadi.”katanya
Lanjut Engel Dimara kepada tim kompilasi dari JERAT dan mitra JERAT tetap fokus sesuai dengan tujuan dari pertemuan ini, agar kegiatan yang berlangsung (27 sampai 28 April 2021) ini dapat menghasilkan sesuatu sesuai. Selain itu, kita menyepakati waktu dan komitmen untuk mengikuti tahapan kegiatan yang telah ditetapkan dalam jadwal.
Staf Advokasi JERAT PAPUA Ronald Manufandu, menyampaikan bahwa tujuan kegiatan ini adalah membahas, mendengarkan dan mendiskusikan bersama hasil Riset dan Investigasi kasus-kasus perampasan tanah dan invetasi 10 Kabupaten yang telah terjadi kurang lebih 10 tahun terakhir. Sehingga diharapkan semua bisa melihat bersama hasil temuan yang sudah dikumpulkan oleh JERAT (Jaringan Kerja Rakyat) Papua selama ini. “Jika ada hal yang perlu ditambahkan dapat diberi pembobotan dari sisi peristiwa dan data ril yang sedang terjadi di daerah sehingga kita dapat mendapatkan potret up to date dari peserta atas perampasan tanah dan konflik yang sedang terjadi.”ujarnya
Maksud, dari kegiatan kompilasi laporan riset dan investigasi perampasan tanah dan investasi di Tanah Papua adalah:
- Terdapatnya data dan informasi tentang kasus kasus perampasana lahan di Papua dan Papua Barat
- Profil MA, situasi dan Kondisi Masyarakat ada Korban Perampasan Lahan
- Terdapat database kasus perampasan lahan di Provinsi Papua dan Papua Barat
- Dokumen advokasi kasus perampasan lahan di Provinsi Papua dan Papua Barat
Sedangkan pandangan Ibu Pendeta Magdalena Kafiar dari KPKC Sinode GKI di Tanah Papua bahwa perusahaan sering melakukan praktek-praktek ilegal dengan ‘janji janji manis’. Salah satu yang menjadi primadona yang dipraktekkan diwilayah Arso Kabupaten Keerom contohnya adalah memberikan penegasan pada kalimat kepada masyarakat: “duduk santai di rumah uang masuk sendiri’. Kalimat seperti ini membuat masyarakat adat lemah dan tak berdaya dan akhirnya terjerumus.”
Ronny Nakiaya dari Timika menjelaskan, contoh kasus yang sama juga terjadi pada Masyarakat Adat Iwaka Kabupaten Mimika, bahwa tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility – CSR) oleh Perusahaan dijadikan sebagai alat untuk menarik hati masyarakat “Mereka mulai masuk dengan memberikan harapan bahwa ‘kalau perusahaan masuk maka masyarakat sekitar akan sejahtera, seperti pegawai di PT. Freeport” ungkap Perusahaan dan juga sering menjadikan oknum pemerintah sebagai kaki tangan dari mereka untuk memperdayai masyarakat. Perusahaan bekerjasama dengan pemerintah untuk menipu masyarakat. (nesta)