JERATPAPUA – Pada umumnya suku-suku di Papua mempunyai rumah adat . Begitu pula dengan masyarakat adat Yerisiam Gua, Kabupaten Nabiare mempunyai rumah adat Rumah adat bernama “Ruija”. Pengendali dalam “Ruija” adalah perempuan.  Dalam rumah adat tersebut ada dua kamar yakni untuk kamar laki dan kamar perempuan. Kamar laki disebut dengan “Menggomana” dan kamar perempuan disebut dengan “Menggoina”. Ada Beberapa fungsi Ruija diantaranya adalah menyelenggarakan pesta adat, tusuk telinga.

“Hampir selama 20 tahun rumah adat Suku Yerisiam Gua tidak dibangun” ujar Gunawan Inggeruhi. Dirinya dan bersama Masyarakat Adat Yerisiam bersama kembali membangun rumah adat tersebut. Beberapa dampak dengan tidak adanya rumah adat tersebut misalnya proses musyawarah tidak dilakukan sebagaimana mestinya.”Kadang ketika investasi masuk, maka dilakukan musyawarah diam-diam. Dan dampaknya sekarang ini dapat kita lihat bersama terhadap kehidupan masyarakat Adat Yerisiam,” tukas Gunawan Inggeruhi.

Latar belakang kenapa hendak kembali  membanung  “Ruija” ini menurut Gunawan memberikan beberapa alas an yakni Masyarakat Adat Yeresiam Gua mulai merasakan  hilangnya hak-hak masyarakat adat dan konflik horizontal antara masyarakat adat.

Untuk membangun “Ruija” membutuhkan waktu sekitar 3 bulan karena hanya mengambil bahan-bahan dari alam. Konstruksi “Ruija” tidak membutuhkan paku dan mempunyai panjang 6 x 4 meter. Pembanguna “Ruija” melibatkan laki-laki dan perempuan. Laki-laki membuat konstruksi dan lainnya sementara kaum perempuan mengayam atap “Ruija”.

“Sejak adanya Ruija, maka perusahaan yang sebelumnya berbicara diluar atau tempat lainnya namun kini mulai bermusyawarah dalam rumah adat. Dan saling menerima, sebelumnya pihak pro dan kontra hingga terjadi adu fisik,” tukas Gunawan Inggeruhi. Ditambahkannya bahwa sejak adanya kalau ada investasi maupun pelepasan tanah maka dibicaran di “Ruija” kalau dibicarakan diluar “Ruija” maka tidak dapat pengakuan dari masyarakat adat Yerisiam Guam.

 

Sementara Pdt.Magdalena Kafiar mengatakan bahwa dengan dibangunnya rumah adat tersebut tentu kembali mengembalikan jati diri masyarakat adat Yerisiam. “Sepertinya masyarakat Adat Yerisiam selama 20 tahun tanpa spirit nilai-nilat adat dan kini mereka perlahan menemukannya kembali “ ujar Pdt. Magalena Kafiar.

(Wirya Supriyadi)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *