JERAT PAPUA.ORG, JAYAPURA – Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara PTUN Jayapura , akan membacakan putusan akhir atas gugatan yang di ajukan Masyarakat Adat Awyu Distrik Fofi dan Mandobo Kabupaten Bovent Digoel terhadap Pemerintah Provinsi Papua Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP pada Kamis, 2 November 2023 mendatang .
Setelah menjalani proses sidang selama 7 bulan lebih, tanggal 02 November 2023 Majelis Hakim akan memutus gugatan yang diajukan salah satu masyarakat adat suku Awyu. Seluruh para pihak penggugat dan tergugat telah mengajukan kesimpulan pada tanggal 20 Oktober 2023 lalu.
“Kuasa Hukum Penggugat telah mengajukan kesimpulan kepada majelis hakim, kesimpulan ini berisi seluruh berbagai fakta yang terungkap dalam persidangan. Fakta-fakta didukung dengan banyak alat bukti surat, keterangan para saksi dan para ahli. Ada 102 bukti surat yang kami ajukan, enam (6) orang saksi fakta, tiga (3) ahli yang memiliki latar belakang penyusun amdal, ahli pertanian masyarakat dan hukum lingkungan, semua bukti ini mendukung argumentasi kami” Ujar Tigor Hutapea, salah satu kuasa hukum Rabu ,(25/10/2023).
Gugatan ini dilatarbelakangi terbitnya
Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2021 Tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dengan Kapasitas 90 Ton TBS/Jam Seluas 36.096,4 Hektar ke PT Indo Asiana Lestari. PT Indo Asiana Lestari merupakan perusahaan modal asing yang dikendalikan Perusahaan asal Malaysia All Asian Group.
Rencana perkebunan kelapa sawit ini telah ditentang Masyarakat yang khawatir kehilangan hak tanah adat yang telah dijaga dan kelola turun temurun sebagai sumber kehidupan. Tindakan sewenang pemerintah yang tetap memaksa penerbitan izin akhirnya di gugat.
“ Kami menyimpulkan bahwa proses penerbitan keputusan pemerintah melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, penyusunan dokumen analisa dampak lingkungan (amdal) melanggar prinsip validitas data. Terungkap dipersidangan banyak data amdal yang tidak valid, penyusun amdal juga tidak menganalisa nilai kenekaragamanhayati yang tinggi dilokasi, tidak melakukan analisa dampak deforestasi terhadap perubahan iklim, penyusun amdal juga dengan sengaja tidak memasukan pendapat masyarakat yang melakukan penolakan. Seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan keputusan tersebut. Ungkap Emanuel Gobay, Direktur LBH Papua
Gugatan ini mendapat dukungan dari berbagai Masyarakat, sebuah petisi yang disusun
Gerakan Solidaritas Untuk Selamatkan Hutan Adat Papua ditandatangani 73 lembaga dan 94 individu. Dukungan awal telah diserahkan ke Majelis Hakim, dukungan akan bertambah hingga menjelang putusan.
Selain itu Komnas HAM, berbagai kalangan akademisi dan organisasi sipil menyusun Amicus Curie (sahabat peradilan) yang dikirimkan ke PTUN Jayapura, untuk mendukung gugatan
- Amicus curiea dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
- Amicus curiae dari I Gede Agung Made Wardana, S.H., L.L.M., Ph.D
- Amicus curiae dari Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik
- Amicus curiae dari Pusat Kajian Hukum Adat Djojodigoeno
- Amicus curiae dari Koalisi Kampus Untuk Demokrasi Papua
- Amicus curiae dari Greenpeace
Putusan ini akan menyelamatkan
26.326 hektar hutan alam kering yang dapat berkontibusi besar membantu mengatasi perubahan iklim dan memulihkan hak Masyarakat adat. (siaran pers/ nesta )