Sorong,- Masyarakat pekerja pemecah batu gunung di kota Sorong menghimbau kepada pemerintah Kota Sorong untuk tidak setengah hati mengurus nasib mereka, terkait pemalangan lokasi proyek masyarakat pekerja pemecah batu gunung di depan GOR Cenderawasih Sorong yang sudah dipalang sejak 21 April 2014 sampai dengan hari ini, sehingga aktifitas pekerja lumpuh total.

Karena dari pemalangan ini, puluhan kepala keluarga kelihalangan lapangan pekerjaan dan bukan tidak mungkin pendidikan anak-anak mereka akan terlantar, karena sudah hampir 10 bulan tidak ada aktifitas. Hal itu seperti dituturkan oleh Bapak Yakob Sangkek yang sehari-hari bekerja sebagai pemecah batu di lokasi proyek GOR Kota Sorong, ia mengatakan “pekerjaan pemecah batu gunung sudah merupakan salah satu tempat menggantungkan hidup, terutama bagi kami masyarakat asli Papua asal kabupaten Maybrat yang hidup di pinggiran kota Sorong, selain berkebun, kebutuhan hidup dan lebihnya
untuk biaya pendidikan bagi anak-anak. Namun dengan adanya pelangan ini saya terpaksa mencari pekerjaan lain sebagai tenaga buru bongkar muat di pelabuhan umum kota sorong 3 bulan terakhir,”

Sementara itu salah seoarang akhitivis Lembaga Intelektual Papua Cabang Kota Sorong, Robertus Nauw yang selama tiga tahun terakhir aktif mengadvokasi kasus masyarakat pekerja pemecah batu menambahkan “masyarakat sudah beberapa kali mendatangi kantor walikota Sorong dan kantor DPRD Kota Sorong untuk menyampaikan aspirasi mereka, namun sampai dengan hari ini belum juga ada niat baik pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Sehingga aktifitas pekerjaan di lokasi proyek sampai hari ini lumpuh total, walaupun Lembaga Masyarakat Adat Malamoi (27/11) sudah memfasilitasi bersama- sama untuk mencari jalan keluar agar masyarakat kecil dan juga pemilik tanah adat sama-sama tidak dirugikan, tetap menemui jalan buntuh.”

Sebenarnya ada tiga hal penting yang harus diseriusi pemerintah adalah, pertama proses pemalangan dengan cara pembongkaran rumah-rumah istirahat dan memusnahkan semua kayu milik warga, memanfaatkan kerusuhan di Kota Sorong yang pecah 21 April 2014 lalu, Kedua, Status kepemilikan tanah adat ini juga terbilang kompleks karena melibatkan dua suku yakni Suku Pendatang dan Suku Moi karena pemilik tanah adat mengaku masih memiliki garis keturunan Asli Moi yang diwarisi oleh ibunya. Ketiga, pada papan larangan yang di tancapkan di atas lokasi proyek, pada butir ke tiga juga mencantumkan tanah ini juga milik warga pendatang yang berdomisili sekitar lokasi proyek di pasar bersama, tepatnya di depan GOR Cenderawasih Sorong.”

Beberapa dinamika yang ada menunjukan bahwa, ini masalah serius yang perlu dimanajemen dengan baik, jika tidak bisa meluas ke isu lain karena sudah menyingung Suku, Ras dan Agama tertentu dan hal ini masyarakat tidak mengharapkannya terjadi, tetapi bagaimana keberpihakan pemerintah dalam menjamin masyarakat kecil di pinggiran kota ini untuk mencari nafkah.

Namun faktanya sampai dengan hari ini, pemerintah seakan mementingkan kepentingan pengusaha dan masyarakat lainnya, ketimbang melihat dan menolong nasib masyarakat asli Papua yang menggantungkan hidup mereka sebagai kuli pekerja pemecah batu.

Dari informasi yang kami terima hampir puluhan kepala keluraga terpaksa kehilangan lapangan pekerjaan dan banyak diantara mereka telah alih profesi ke pekerjaan kuli lainnya, seperti sebagai buruh pelabuhan, tenaga bongkar di gudang bulog, ikut penambangan mas liar di Nabire dan puluhan kepala keluarga yang telah pulang ke kampung halaman di kabupaten Maybrat dan memilih sebagai petani.

Ini sebuah realita yang miris, yang telah dan sedang terjadi di tengah-tengah kota Sorong, hal ini sangat kontras dengan kehidupan pejabat pemerintah dan kehidupan DPRD di kota ini yang lebih memilih masa bodoh bahkan para elit lokal ini sama-sama asik mencuri dan membagi-bagikan uang rakyat milyaran rupiah, dana pelantikan walikota Sorong tahun 2012, di atas nasib masyarakat kecilnya yang sementara menderita.

* ket.foto : suasana rapat para pekerjaa untuk mencari solusi soal pemalangan belum lama ini

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *