Pada mulanya, Papua adalah tanah yang bersih. Namun kemudian, datanglah narkotika dan obat terlarang. Tanah itu kini telah ‘tercemar’.

Peredaran narkotika dan obat terlarang di Papua cukup tinggi. Berdasarakan data Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Papua, sebanyak 16.750 atau 0,8 persen warga di Papua terlibat penyalagunaan narkoba.

Kepala BNN Papua Antonius Kadarmata mengungkapkan, berdasar hasil survey BNN tahun 2011, yang dipublikasikan pada 2012, ditemukan sebanyak 5.000 orang pemakai pemula, 7.500 pemakai tetap, 250 kecanduan narkoba suntik, dan 4.000 kecanduan narkoba nonsuntik. “Jika jumlah ini kita totalkan mencapai 0,8 persen penduduk Papua,” kata Kadarmata.

Jumlah ini lanjut dia berkisar dari umur 15-59 tahun. Jika dibagikan berdasarkan golongan, didapati pengguna dari kalangan pelajar SMA 17 orang, mahasiswa 3 orang, dan narapidana 47 orang. Di Timika, bahkan diringkus 14 siswa SMA pengguna opium, shabu dan XTC. Sementara di Kerom ditemukan 10 pengguna narkoba.

Lanjut Kadarmata, mereka yang terdata terlibat dalam penyalagunaan narkoba, langsung direhabilitasi di pusat-pusat rehabilitasi yang ada di Papua dan di luar Papua. “Sejumlah 33 orang di Panti Rehabilitasi Badoka Makasar, 30 di Panti Rehabilitasi CBU Metanoia Waena, 9 di Badoka Bogor dan 9 lain di RSJD Abepura,” kata Kadarmata.

Tingginya jumlah yang terlibat disebabkan mudahnya memperoleh barang haram tersebut. Pihaknya kata dia, terus berkoordinasi dengan kepolisian melalui Direktur Narkoba Polda Papua, Sat Narkoba Polresta Jayapura, Satuan Narkoba Polres Kerom dan Satuan Narkoba Polres Mimika untuk bersama-sama dalam pemberantasan narkoba.

Sementara itu, Kapolda Papua, Irjen pol Yotje Mende dalam laporan akhir tahun 2014 menyebutkan, pada 2013 terdapat 136 kasus narkoba, dan untuk tahun 2014, terdapat 81 kasus.

Dari jumlah ini, tahun 2013, sebanyak 126 telah di P21, dan 10 lainnya sedang diproses. Sedangkan pada 2014, sebanyak 66 kasus sudah P21, 13 kasus tahap 1 dan 3 kasus sedang di proses. Dari jumlah ini, beberapa orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Yakni untuk narkotika, 24, psikotropika 2 orang, dan bahan berbahaya 37 orang. “Barang bukti yang telah di sita yakni, Ganja 5,250 gram, Sabu sebanyak 142 gram,” kata Kapolda Papua.

Jalur Masuk
Kepala BNN Papua Antonius Kadarmanta mengungkapkan, Papua sudah menjadi jalur masuk peredaran Narkoba. Dia mencontohkan, dari hasil tes urine pada 2013 lalu terhadap 1.050 siswa SMA di Kabupaten Mimika, ditemukan 14 orang terbukti menggunakan opium, shabu, dan XTC.

Dia mengemukakan, ada dugaan jaringan internasional yang berkolaborasi dengan para pemasok nasional dan lokal di Papua untuk memasarkan berbagai jenis Narkoba seperti opium dan shabu. “Dugaan kami demikian. Namun perlu dilakukan pendalaman atau penyelidikan lebih jauh,” katanya.

Pada 2012, BNN Pusat, ungkap Kadarmanta, pernah menangkap pemasok shabu di Skouw-Wutung yang melewati perjalanan udara lewat PNG, lalu masuk ke Indonesia lewat jalur darat. “Ini membuktikan bahwa Papua menjadi jalur masuk peredaran Narkoba ke seluruh Indonesia,” katanya.

Daerah lain yang menjadi tempat masuknya Narkoba yaitu Kabupaten Boven Digul, Merauke dan Mimika. Di Boven Digul kata dia, ada lima distrik yang langsung berbatasan dengan PNG. “Merauke juga demikian, sementara di Mimika lewat transportasi udara, jadi bisa saja pekerja (karyawan Freeport) disana diduga pengguna. Sementara di Kabupaten Supiori dan Kota Jayapura, dilaporkan ada warga yang tertangkap membawa ganja,” katanya.

Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BNN Papua Sefnat Layan menuturkan, sejumlah daerah misalnya Wutung, Waris, dan Senggi merupakan daerah langganan yang menjadi pintu masuk peredaran ganja. “Banyak jalan tikus di wilayah ini. Ada juga peredaran ganja yang masuk lewat Pantai Hamadi dan Dok XI yang biasa dijangkau lewat jalur laut,” ujar Sefnat, akhir tahun lalu.

Sefnat menduga, sejumlah warga yang tinggal di kampung yang berbatasan dengan Papua Nugini, sering mengambil ganja melalui jalur-jalur tikus tersebut. Ini dikarenakan minimnya pengawasan aparat keamanan.

Sementara Direktur Reserse Narkoba Polda Papua Kombes Pol Tornagogo Sihombing mengatakan, bahwa ada banyak permintaan ganja dari tempat hiburan malam. Salah satu untuk menekan peredaran ganja itu, dengan mewaspadai sejumlah pintu masuk di daerah Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom.

Berantas Narkoba
Untuk memberantas narkoba, diperlukan kerjasama berbagai pihak. Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe mengatakan, seluruh elemen tersebut termasuk pimpinan SKPD dan intansi terkait. “Tidak ada toleransi dan pengampunan bagi pelaku tindak pidana norkotika, tahun ini perlu dukungan percepatan rehabilitasi bagi pengguna narkotika,” kata Gubernur.

Ia menambahkan, Pemerintah Papua telah menurunkan instruksi Gubernur Papua Nomor 1/INSTR-GUB/2012 tanggal 7 Februari 2012 tentang Rencana Aksi Provinsi Papua di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Tahun 2011-2015. “Kita yakin, dengan bebas dari Narkoba, masa depan Papua akan lebih baik,” jelasnya

Di Sorong, Wakapolres Sorong Kota, Kompol Syamsu Ridwan, menegaskan, polisi tetap menaruh perhatian terhadap peredaran kasus narkoba didaerah ini. “Kita sudah tangkap dua, pastinya kita sangat serius memberantas narkoba di Sorong Kota,” tegasnya.

Dilain tempat, Ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Provinsi Papua, Jan Ayomi mendukung penuh upaya Pemerintah pusat dalam rangka pemberantasan peredaran Narkoba di Papua.

Secara terpisah, tokoh Papua, DR. Neles Tebay berharap pula para pemuka agama di Papua turut serta memberantas narkoba yang saat ini menjadi ancaman bagi generasi muda.

Menurutnya, peredaran narkotika dan obat terlarang, sudah pada tingkat memprihatinkan. Setiap tahun jumlah pemakainya semakin bertambah. “Banyak anak-anak Papua terjerumus dalam penggunaan narkoba, termasuk juga menghirup lem aibon serta Miras,” tegasnya. Oleh sebab itu, Neles mengharapkan gerakan bersama untuk memberantas narkoba, agar remaja di Papua bisa terselamatkan dari jerat kematian penggunaan zat terlarang ini.

Di Manokwari, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua Barat meminta aparat penegak hukum agar memberikan sanksi seberat-beratnya kepada pemilik dan pengedar narkoba. “Bila perlu, bagi pelaku yang secara hukum terbukti menyimpan dan mengedar narkoba, di hukum penjara seumur hidup,” kata Ketua LMA Papua Barat Maurits Saiba.

Hambatan
Kriminolog UI, Kisnu Widagso, berpendapat, tidak ada hal baru dengan peredaran narkoba di tanah air. “Yang berbeda hanya volume peredaran dan jumlah pengguna,” ucapnya. Peningkatan volume dan jumlah pengguna mulai membengkak pada pertengahan tahun 2000.

Peningkatan ini berkaitan erat dengan banyaknya permintaan. “Sesuai hukum pasar, saat ada permintaan, maka produsen narkoba akan bermunculan dengan sendirinya. Apalagi, untuk memproduksi narkoba, biayanya sangat murah dan bisa dipelajari melalui internet,” kata Kepala Seksi Kelompok Masyarakat BNN David A Hutapea.

Susahnya memberantas narkoba salah satunya disebabkan oleh penegakan hukum, rehabilitasi, dan pencegahan belum berjalan seimbang. Saat ini, kata dia, pemerintah hanya terlihat menekan jumlah pecandu dan peredaran narkoba. “Namun, pecandunya kurang dalam hal rehabilitasi, sehingga jumlah pecandu itu demand-nya tetap, supply terus masuk. Di sini diharapkan demand berkurang, maka supply berkurang juga,” ujarnya.

Berdasarkan data hasil penelitian BNN dan Universitas Indonesia, di Indonesia, jumlah pengguna yang direhabilitasi hanya 18 ribu orang dari total pemakai sekitar empat juta orang. “Itu kalau dibagi, 200 tahun lebih baru bisa selesai. Hitungannya nggak terbayangkan. Sementara pemakai baru bertambah terus,” tambah Kabag Humas BNN Sumirat Dwiyanto. (dari berbagai sumber)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *