JERATPAPUA.ORG, JAYAPURA – Perang dagang antara Amerika dan Tiongkok diawali pada tahun 2018 oleh pihak Amerika, dimana Donal Trump yang merupakan Presiden Amerika menandatangani keputusan penetapan bea masuk impor produk asal Tiongkok. Tarif yang diberikan Trump tidak tanggung-tanggung, nilainya hingga Milyaran Dollar pada produk China, Tiongkok pun melakukan hal yang serupa dengan memberlakukan tarif impor pada produk Amerika seperti daging babi, jagung dan kedelai. Hal ini dilakukan Amerika karena adanya defisit perdagangan, dimana nilai impor Amerika dari Tiongkok melebihi nilai ekspor Amerika ke Tiongkok. Selain itu, perang dagang ini juga disebabkan oleh Amerika yang menuduh Tiongkok melakukan pencurian teknologi dan pelanggaran hak kekayaan intelektual yang merugikan perusahaan-perusahaan Amerika. Tiongkok dianggap telah melakukan praktik-praktik seperti pemaksaan transfer teknologi, pembajakan merek dagang dan pencurian data untuk mendapatkan keuntungan kompetitif.
Pada awal tahun 2020, Amerika dan Tiongkok memutuskan untuk mencapai sebuah kesepakatan berisi Tiongkok setuju membeli banyak barang dari Amerika, seperti pembelian produk pertanian dan makanan laut, barang-barang pabrik seperti pesawat, baja dan mesin serta produk energi.
Kesepakatan tersebut menjadi jalan untuk mendapatkan kembali hubungan perdagangan yang baik antara Amerika dan Tiongkok, meskipun ada ketidakpastian dan tantangan yang masih harus dihadapi kedua negara tersebut. Pada akhirnya, kesepakatan bisa dicapai diikuti dengan krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19, namun sumber pandemi yang berasal dari China ini menjadi bahan tuntutan Amerika. Akibat dari pandemi tersebut, kedua negara ini harus mengurusi krisis negara masing-masing yang diikuti oleh lonjakan harga akibat inflasi dan diperparah dengan kenaikan harga komoditas serta pangan karena perang antara Rusia dan Ukraina. Perang dagang ini bisa saja berlanjut jika kedua negara tidak bekerja sama untuk mencari jalan keluar.
Di era modern seperti sekarang ini, kerjasama antar negara sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan negara. Fenomena ini diperkuat dengan cara pandang ekonomi liberal yang memberikan kebebasan kepada setiap negara untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan ekonomi guna memperoleh penghasilan. Fokus utama ekonomi liberal adalah ekonomi politik internasional. Namun, ekonomi liberal memiliki kekurangan, salah satunya terjadi persaingan yang tidak sehat. Dapat dilihat dari perang dagang Amerika-Tiongkok yang memberikan kekhawatiran terhadap satu sama lain, khawatir jika perekonomian salah satu dari kedua negara tersebut mengalami penurunan.
Era ekonomi liberal dicirikan oleh perdagangan bebas dan arus modal yang terbuka. Perang dagang yang terjadi antara Amerika dan Tiongkok dapat memberikan dampak seperti : 1) Mengganggu aliran perdagangan internasional. 2) Membuat kekhawatiran bagi negara-negara yang tidak terlibat di dalamnya. 3) Berpotensi menghambat ekonomi global. 4) Adanya ketidakpastian dan biaya yang meningkat. Dampak politik perang dagang dalam era ini juga bisa dibilang signifikan karena dapat mempengaruhi hubungan diplomatik antara negara-negara yang teriberalisasi dan memperburuk ketegangan politik dan mempengaruhi kerjasama internasional di berbagai bidang.
Kerjasama internasional dengan melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dapat membantu dalam menyelesaikan perselisihan dan mengembalikan arus perdagangan ke jalur yang lebih terbuka dan produktif. Namun, diperlukan juga partisipasi dan kerjasama antar negara yang memiliki perselisihan untuk menemukan solusi.
Tulisan ini di susun oleh :
Hana Theda Alvina
2021031054029
Mahasiswi Universitas Cenderawasih, Program Studi Hubungan Internasional
—