Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mendesak kepolisian untuk segera menghentikan segala bentuk tindakan intimidasi terhadap petani di Desa Kalasey Dua, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. foto : aman/jeratpapua.orgPerhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mendesak kepolisian untuk segera menghentikan segala bentuk tindakan intimidasi terhadap petani di Desa Kalasey Dua, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. foto : aman/jeratpapua.org

JERATPAPUA.ORG, JAYAPURA – Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mendesak kepolisian untuk segera menghentikan segala bentuk tindakan intimidasi terhadap petani di Desa Kalasey Dua, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

PPMAN juga meminta seluruh petani, mahasiswa, dan pendamping hukum yang ditangkap secara sewenang-wenang, segera dibebaskan.

Ketua PPMAN Syamsul Alam Agus menyatakan bahwa ada 12 orang petani, mahasiswa, dan pendamping hukum yang ditangkap saat terjadi penggusuran di lahan garapan petani di Desa Kalasey Dua pada Senin (7/11/2022). Mereka sempat ditahan di Polresta Manado. Namun, akhirnya mereka dibebaskan setelah diprotes oleh berbagai pihak, termasuk PPMAN.

“Sudah bebas semua yang ditahan, tapi polisi mengejar dua orang lainnya,” kata Syamsul Alam saat dihubungi pada Rabu (9/11/2022).

Ia menjelaskan bahwa telah terjadi penggusuran oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara dan ratusan aparat kepolisian di lahan garapan petani di Desa Kalasey Dua pada 7 November 2022. Sejak pukul 10.00 WITA, aparat kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memaksa masuk ke lahan petani untuk melakukan penggusuran. Petani yang menolak kehadiran tersebut, memblokade jalan. Tetapi, aparat kepolisian tetap memaksa dengan tindakan represif terhada massa aksi.

“Akibat tindakan represif tersebut, beberapa orang petani mengalami luka-luka di bagian leher dan tangan kiri,” ungkap Syamsul.

Dalam peristiwa itu, Syamsul menilai bahwa Pemprov Sulawesi Utara, khususnya Gubernur Sulawesi Utara, tidak taat hukum. Ia menerangkan, lahan yang hendak dikuasai oleh Pemprov Sulawesi Utara tersebut masih dalam proses upaya hukum kasasi, bahkan belum ada putusan untuk melakukan eksekusi.

“Tapi, Pemprov Sulawesi Utara menggunakan aparat yang dilengkapi senjata api lengkap untuk memaksa masuk dan beberapa kali menembakkan gas air mata kepada massa aksi. Ini tindakan arogan,” tandas Syamsul sembari menambahkan kalau dalam penggusuran itu ada salah satu anggota polisi yang terekam mengeluarkan caci maki terhadap petani.

Ironisnya, sebut Syamsul, ada beberapa warga dan mahasiswa yang terus dikejar dan ditangkap oleh aparat kepolisian dan Satpol PP secara represif menggunakan kekerasan. Bahkan, posko petani di Desa Kalasey Dua dihancurkan, sehingga beberapa mahasiswa dan petani harus lari ke dalam hutan untuk menyelamatkan diri.

Ia menyatakan bahwa pihaknya sangat prihatin dengan cara-cara kekerasan yang diperlihatkan oleh aparat kepolisian dan Satpol PP. Untuk itu, Syamsul menegaskan kalau PPMAN menuntut Pemprov Sulawesi Utara untuk menghentikan cara-cara kekerasan saat melakukan penggusuran. Ia juga meminta aparat kepolisian untuk segera menarik pasukannya dari lokasi penggusuran.

“Tarik aparat kepolisian dan hentikan intimidasi kepada petani, mahasiswa, dan pendamping hukum,” tandasnya.

Menurut Syamsul, cara-cara kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dan Satpol PP, merupakan tindakan melanggar hak asasi manusia.

“Tindakan represif aparat yang berkali-kali menembakkan peluru gas air mata ke arah warga, juga kategori tindakan yang tidak manusiawi,” ujarnya.

Kronologi Proses Hukum

Sejak 1982, petani Desa Kalasey Dua telah menggarap lahan pertanian dengan menanam pisang, singkong, kelapa dan lain-lain. Lalu, pada 2021, Gubernur Sulawesi Utara mengeluarkan SK Hibah No. 368/2021 tentang Pelaksanaan Hibah Tanah kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia seluas 20 hektar.

Namun, pada awal 2022, petani Desa Kalasey Dua – melalui kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado – mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Manado dengan perkara No. 9/G/2022/PTUN.Mdo. Pada 24 Oktober 2022, LBH Manado melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung setelah pengadilan di PTUN Manado menyatakan bahwa gugatan petani Desa Kalasey Dua “tidak diterima”dan Pengadilan Tinggi TUN Makassar menguatkan putusan PTUN Manado.

Kronologi Eksekusi Lahan

Warga mendapatkan informasi bahwa akan ada proses eksekusi lahan milik petani di Desa Kalasey Dua Minahasa pada 7 November 2022. Sekitar pukul 07.00 WITA, petani dan jaringan masyarakat yang melakukan aksi solidaritas, mulai berkumpul. Ada sekitar 80 orang berada di titik utama yang merupakan titik masuk sebelah ring road lahan petani. Massa melakukan ibadah singkat, kemudian berjaga di lokasi menunggu kedatangan pihak pemerintah.

Dua jam kemudian, petani mendapatkan kabar bahwa pemerintah membawa aparat polisi dan Satpol PP menuju titik perkebunan petani dan mereka berkumpul di Kantor Desa. Ada sekitar tujuh mobil Sabhara yang berjaga. Warga melakukan penghadangan, namun beberapa orang massa solidaritas ditangkap.

Sekitar pukul 10.00 WITA, aparat tiba di lahan petani dan dihadang oleh warga. Aparat melakukan kekerasan dan beberapa petani ditangkap. Sekitar satu jam setelahnya, aparat memaksa masuk ke lahan petani dengan mengerahkan mobil pemadam kebakaran, menyiram warga, dan melempar gas air mata. Aparat memaksa menerobos masuk dan melakukan kekerasan dengan menabrak beberapa warga yang menghadang.(nesta/apriadi)

 

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *