Tiga tahun lalu perusahaan Korindo menggugat dan menuding pencemaran nama baik terhadap bekas sponsor fiskal Mighty Earth dan LSM Jerman terkait kritik deforestasi yang dilakukan Korindo.
JERATPAPUA.ORG, HAMBURG, Jerman 21 Februari 2023 – Sebuah perusahaan milik grup usaha Korindo telah mengakhiri gugatan yang sudah berjalan lama, setelah hakim membatalkan gugatan tersebut. Gugatan PT Kenertec Power Systems tampak bertujuan untuk membungkam kampanye organisasi masyarakat sipil dalam upaya melindungi hutan tropis di provinsi Papua Indonesia, yang telah terancam oleh operasi perkebunan kelapa sawit Korindo.
Latar Belakang
Bisnis Korindo tersebar di seluruh dunia, mulai dari kayu, kertas, karet, dan minyak sawit hingga energi terbarukan. Pada tahun 2016, Mighty Earth, Rainforest Rescue, dan beberapa organisasi masyarakat sipil di Indonesia dan Korea menandatangani surat yang menyoroti deforestasi yang dilakukan Korindo dalam operasi kelapa sawitnya yang masif di Papua, Indonesia. Surat-surat tersebut dikirim ke pelanggan utama Kenertec di Jerman.
Pada tahun 2017 Mighty Earth mengajukan komplain kepada Forest Stewardship Council (FSC), sebuah badan sertifikasi kehutanan global, terkait pembabatan sekitar 30.000 hektar hutan tropis di Papua, Indonesia, oleh Korindo. Kemudian FSC melakukan investigasi atas laporan tersebut. [1]
Tahun 2018, Korindo menginstruksikan sebuah firma hukum Singapura untuk mengirimkan email berisikan somasi kepada sedikitnya tujuh organisasi yang menandatangani surat di
tahun 2016. Email tersebut menyatakan: “Kebijakan Korindo adalah melakukan tindakan
hukum terhadap individu atau organisasi yang menyebarkan informasi yang tidak benar atau membuat pernyataan publik yang keliru secara faktual tentang Korindo – dengan maksud atau dampak untuk merusak kepentingan bisnis Korindo. Oleh karena itu, Korindo memproses tindakan hukum terhadap Mighty Earth.”
Pada tahun 2019, PT Kenertec Power Systems milik Korindo mengajukan gugatan pencemaran nama baik di Jerman, terhadap Center for International Policy (CIP), yang pernah menjadi sponsor fiskal Mighty Earth, dan lembaga non-profit Rettet den Regenwald (Rainforest Rescue) di Jerman. Pengacara Kenertec menilai bahwa pernyataan dalam surat yang dikirim ke pelanggan menara angin di Jerman, yakni Siemens AG (Jerman), Gamesa Corporation (sekarang Siemens Gamesa) dan Nordex SE (Jerman), adalah sebuah fitnah.
Pada tahun 2019, pengacara Korindo mengancam FSC yang tengah menyelidiki dugaan pelanggaran kebijakan Korindo berdasarkan pengaduan Mighty Earth tahun 2017.
Investigasinya mengungkap bahwa Korindo telah menghancurkan lebih dari 30.000 hektar hutan (atau setara dengan 42.000 lapangan sepak bola) di lima tahun sebelumnya dan melanggar hak masyarakat dan Hak Asasi Manusia, yang bertentangan dengan standar FSC.
[2] Investigasi tersebut memperkirakan Korindo telah merugikan masyarakat adat sebesar 300 juta dolar AS, dengan membayar murah kayu yang diambil dari tanah mereka ‘ [3]
Pada akhir tahun 2021, FSC mengeluarkan Korindo dari keanggotaan atas karena tidak kooperatif terhadap FSC dan gagal menyepakati ketentuan untuk menangani dampak kerusakan atas aktivitasnya terhadap hutan dan perkebunan kelapa sawitnya. [4]
Korindo bersedia menyelesaikan sengketa
Pada tanggal 21 Februari 2023, Kenertec dan Rainforest Rescue sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang diajukan oleh Korindo tiga tahun lalu, berdasarkan usul yang diajukan oleh pengadilan Jerman. Hakim menyatakan bahwa Kenertec tidak dapat menuntut CIP atas pernyataan yang dibuat dalam surat yang ditandatangani oleh Mighty Earth.
Gugatan SLAPP (Strategic Lawsuits Against Public Participation) dirancang untuk membungkam dan mengintimidasi kelompok masyarakat sipil serta mencegah mereka menyampaikan pernyataan, atau konsekuensinya mendapat ancaman denda 250.000 Euro atau menghadapi hukuman penjara.
Apa yang dimaksud dengan SLAPP?
Gugatan tersebut adalah contoh Gugatan Strategis Melawan Partisipasi Publik, atau gugatan SLAPP, di mana perusahaan besar atau individu terkenal, mengajukan tuntutan hukum yang dirancang untuk melecehkan dan menguras sumber daya substansial dari organisasi pengawas, aktivis, jurnalis, serikat pekerja, organisasi media, dan mereka yang mewakili kepentingan publik.
Amanda Hurowitz, Direktur Senior untuk Asia Tenggara, Mighty Earth menyatakan:
“Upaya Korindo untuk membungkam Mighty Earth dan koalisi organisasi masyarakat sipil sama sekali tidak memiliki dasar. Akhirnya setelah tiga tahun, saat pengadilan Jerman akan membatalkan gugatan tersebut, Korindo mencabut gugatannya. Mereka setuju untuk menyelesaikan hal ini tanpa ganti rugi atau perintah pengadilan yang diberikan melawan Mighty Earth, CIP atau Rainforest Rescue dan mereka setuju untuk membayar sebagian
besar biaya pengadilan.”
“Perusahaan nakal yang menghancurkan bumi ini tidak boleh dibiarkan menyia-nyiakan waktu pengadilan dengan manuver gugatan yang ditujukan untuk mengintimidasi kelompok masyarakat sipil yang selama ini menyuarakan penghentian deforestasi global dari ekspansi sektor minyak kelapa sawit, kayu, kedelai, daging sapi, dan komoditas lainnya, demi
mengatasi perubahan iklim dan rusaknya alam.”
Professor Roger Mann, pengacara Jerman untuk CIP dan Rainforest Rescue menyatakan:
“Setelah lebih dari tiga tahun gugatan ini berjalan, Korindo kemudian menerima proposal penyelesaian yang diajukan pengadilan. Pengadilan telah memperjelas, pada tahap awal, bahwa tuntutan terhadap CIP dan pencabutan terhadap kedua tergugat sama sekali tidak berdasar.”
“Terkait tuntutan ganti rugi sehubungan dengan pernyataan tentang pembakaran ilegal oleh Korindo, para tergugat telah mengajukan banyak fakta dan memberikan banyak bukti sehingga pengadilan mempertimbangkan untuk mendengarkan saksi di Indonesia. Hal ini tidak terjadi karena, setelah pergantian hakim, pengadilan menyatakan bahwa penggugat tidak berhak mendapatkan ganti rugi, karena bisnisnya adalah turbin angin, dan tidak terlibat dalam bisnis kelapa sawit Korindo.”
Franky Samperante (Yayasan Pusaka) mengatakan:
“Selama beberapa dekade terakhir, Korindo berhasil lolos dari perhatian atas pelanggaran hak tanah masyarakat adat. Korindo harus memiliki komitmen serius untuk melindungi lingkungan dan menghormati serta memulihkan hak-hak korban masyarakat adat Papua.”
Andi Muttaqien (Satya Bumi) mengatakan:
“Korindo telah menghancurkan puluhan ribu hektar hutan tropis di Papua. Perusahaan harus membayar untuk pemulihan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, bukan sibuk membungkam pegiat lingkungan yang berupaya melindungi hutan dan hak masyarakat adat.”
Shin Young, Advokat untuk Hukum Kepentingan Umum, APIL (Korea):
“Jika Korindo serius dalam memperbaiki kredibilitas, memegang komitmen lingkungan serta HAM, maka Korindo perlu mencabut gugatan hukum terhadap kelompok masyarakat sipil yang selama ini bersuara menentang pelanggaran yang dilakukan perusahaan. Kemudian memulihkan habitat hutan yang telah hancur, membayar ganti rugi kepada korban masyarakat adat Papua”
***