Picture1Panglima Tertinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Jenderal Goliath Tabuni mengklaim bertanggungjawab atas penembakan di Distrik Illu, Kabupaten Puncak Jaya, Selasa, 25 Juni 2013. Dalam peristiwa itu, tiga orang tewas; Komandan Pos Satuan Tugas Bantuan Distrik Illu Letnan Dua Infanteri I Wayan Sukarta, Tomo, warga sipil, dan seorang kernet mobil.

 ”Penembakan dilakukan oleh anggota saya, dan atas perintah saya.” kata Tabuni seperti dilansir West Papua National Liberation Army. Dalam pemberitaan media tersebut, Tabuni juga menjelaskan bahwa warga sipil yang tewas, yang disebut sebagai sopir taxi, merupakan intelejen TNI. Ia bahkan berujar bahwa pihaknya siap berperang melawan tentara. “Kalau mau melakukan pengejaran, cari saya dan anggota saya saja, jangan lampiaskan pada masyarakat,” ujarnya.

 Tabuni juga mengaku merampas senjata korban dan menembak seluruh penumpang dalam mobil. Pasukannya kini memiliki persenjataan dalam jumlah besar dan amunisi yang cukup. “Kami tidak ragu lagi kalau ada baku tembak,” ucapnya.

Kepolisian menyebut, motif penembakan itu adalah untuk mengganggu penyaluran bahan pokok ke Distrik Illu. ”Itu tindakan kriminal. Pelakunya akan terus dikejar,” sebut korps baju cokelat.

Peristiwa penembakan bermula ketika Letda Infanteri Wayan Sukarta, Pratu Supiyoko, Prada Andi, dan Tomo alias Tono, sopir, menumpang sebuah mobil Ford dari Kampung Jigonikme, Distrik Illu, Puncak Jaya. Mereka menuju kota Distrik Illu. Dalam perjalanan itu, terjadi penghadangan sekitar tujuh orang membawa senjata laras panjang.

 Sempat terjadi baku tembak sebelum akhirnya mobil bantuan tiba di lokasi untuk menyelamatkan korban. Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, menyesalkan terjadinya penyerangan yang mengakibatkan tiga korban meninggal dunia. “Kasus ini menambah panjang catatan kekerasan di Papua dan menunjukkan bahwa Papua masih menjadi daerah konflik,” ujar Poengky.

Untuk itu, kata Poengky, Imparsial mendesak Kepolisian, agar segera menangkap pelaku. Ia juga berharap Polda Papua dapat memaparkan kepada masyarakat, sampai di mana pengusutan terhadap kekerasan beberapa waktu lalu di Puncak Jaya.

 Guna mengakhiri segala bentuk kekerasan ini, Poengky mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan dialog dengan kelompok yang berseberangan. “Imparsial berharap Pemerintah tidak phobia terhadap dialog, karena dengan dialog damai, justru akan menghasilkan rasa saling percaya dan mampu mengurai masalah.”

Ia juga meminta agar pemerintah tidak menggunakan kasus-kasus kekerasan ini sebagai justifikasi untuk terus mengirimkan pasukan ke Papua. “Pemerintah, jangan selalu berpikiran masalah Papua hanya sekedar persoalan kesejahteraan, tapi lebih jauh yang harus dituntaskan seperti pelanggaran HAM,” ujarnya.

 Pembalasan

Setelah beberapa pekan berlalu, TNI kembali membalas. Korbannya dua prajurit bersenjata di Puncak Jaya, yang tewas dalam baku tembak.

Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen TNI Christian Zebua mengatakan, kontak tembak pecah ketika TNI yang melakukan patroli diserang kelompok pimpinan Goliat Tabuni. “Dua tewas, sementara anggota kita berhasil mengambil kembali satu pucuk senjata yang dirampas kelompok itu dari aparat Kepolisian,” ujar Christian.

Peristiwa itu bermula saat TNI memeriksa seseorang mencurigakan di Pasar Lama, Kota Lama. Ketika pemeriksaan, tiba-tiba muncul pria membawa pistol dan menembak dua kali ke arah tentara. Pasukan gabungan langsung melakukan pengejaran.

Dalam perburuan, anggota TNI terlibat kontak tembak dengan sekitar 4 orang di ujung landasan bandara Mulia, Kampung Karubate. Dalam insiden itu, dua dari kelompok ini atas nama Kwali dan Welison Wonda meninggal dunia. TNI lalu mengamankan satu pucuk pistol revolver dan sejumlah amunisi.

 Belum Pulih

Rangkaian peristiwa penembakan di Puncak Jaya bukan lagi cerita baru. Berulang terus hingga awal tahun 2014. Korbannya warga sipil, anggota OPM dan aparat keamanan. “Yang perlu dilakukan adalah, dua pihak ini harus duduk bersama dan melakukan gencatan senjata, lalu bicara soal damai,” kata Pastor Jhon Djonga, tokoh agama Katolik di Jayapura.

Menurut dia, Puncak Jaya yang seperti neraka, harus dipulihkan. “Pemerintah jangan tinggal diam, jikalau tak diselesaikan, korban akan makin bertambah, balas membalas tidak akan selesai.”

Kabupaten Puncak Jaya beribukota di Mulia. Namanya diambil dari Gunung Jaya atau lebih dikenal sebagai Puncak Jaya. Gunung Jaya sendiri adalah sebuah puncak yang menjadi bagian dari Barisan Sudirman yang terdapat di Papua. Puncak Jaya mempunyai ketinggian 4.884 meter dan di sekitarnya terdapat gletser Carstenz, satu-satunya gletser tropika di Indonesia, yang kemungkinan besar akan lenyap akibat pemanasan global.

Puncak ini pernah dinamai Poentjak Soekarno dan merupakan gunung tertinggi di Oceania. Puncak Jaya juga disebut sebagai salah satu dari tujuh puncak dunia. ***

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *